Sabtu, 24 Oktober 2015

JUST IN TIME

   


     JIT merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki implikasi penting dalam manajemen biaya. Ide dasar JIT sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada permintaan (Pull System) atau dengan kata lain hanya memproduksi suatu yang diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta. FIlosofi JIT digunakan pertama kali di Jepang oleh Toyota dan kemudian diadopsi oleh banyak perusahaan manufaktur di Jepang dan Amerika Serikat, seperti Hewlett Packard, IBM, dan Harley Davidson.

     Prinsip Dasar JIT adalah meningkatkan kemampuan perusahaan secara terus menerus untuk merespon perubahan dengan meminimasi pemborosan. Terdapat empat aspek pokok dalam konsep JIT, yaitu:
  1. Menghilangkan semua aktivitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk atau jasa.
  2. Komitmen terhadap kualitas prima.
  3. Mendorong perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan efisiensi.
  4. Memberikan tekanan pada penyederhanaan aktivitas dan peningkatan visibilitas aktivitas yang memberikan nilai tambah
Latar Belakang Timbulnya JIT
     Sistem Pemanufakturan tradisional mengatur skedul produksinya berdasarkan pada permalan kebutuhan di masa yang akan datang. Padahal tidak ada seorang pun yang dapat memprediksi masa yang akan datang dengan pasti walaupun ia memiliki pemahaman yang sempurna tentang masa lalu dan memiliki insting yang tajam terhadap kecenderungan yang terjadi di pasar.

     Produksi berdasarkan prediksi terhadap masa yang akan datang dalam sistem tradisional memiliki risiko kerugian yang lebih besar karena over produksi daripada produksi berdasarkan permintaan sesungguhnya. Oleh karena itu muncullah JIT yang hanya memproduksi apabila ada permintaan. Suatu proses produksi hanya akan memproduksi apabila diisyaratkan oleh proses berikutnya. Sebagai akibatnya pemborosan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih kompetitif. Tujuan utama JIT adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman. Tetapi ada satu hal yang perlu selalu diingat yaitu peningkatan daya saing tidak menjamin perusahaan tetap survive (karena persaingan masih ada didepan mata), tetapi tidak memiliki daya saing menjamin dengan pasti terjadinya bencana.

     Proses produksi yang digambarkan dalam Tabel berikut ini menjelaskan alasan pergeseran filosofi pemanufakturan ke JIT. Dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat empat departemen produksi A, B, C dan D yang harus dilewati dalam proses produksi. Proses produksi dimulai dengan bahan baku pada departemen A dan bergeser sampai departemen D. Ketika produk telah selesai diproses pada departemen D, produk kemudian disimpan dan akhirnya dikirim ke pelanggan.

ELEMEN THROUGHPUT TIME
BAHAN BAKU
DEPARTEMEN PRODUKSI
A
B
C
D
TOTAL
Waktu pemrosesan
-
0,5
0,60
0,70
0,20
2,0
Waktu Inspeksi
0,15
0,20
0,15
0,20
0,30
1,0
Moving time
0,05
0,10
0,10
0,10
0,15
0,5
Waktu tunggu
-
0,05
0,10
0,25
0,20
0,6
Waktu simpan
2,0
0
0
0
3,00
5,0

     Interval waktu dari dimulainya proses produksi sampai produk selesai dan dikirim kepada pelanggan disebut sebagai throughput time. Throughput time ini terdiri dari:
  1. Waktu pemrosesan (processing time), yakni waktu sesungguhnya yang diperlukan untuk mengerjakan suatu produk. Berdasarkan tabel diatas, waktu pemrosesan yang diperlukan dari departemen A sampai departemen D adalah 2 hari.
  2. Waktu inspeksi adalah waktu yang diperlukan untuk menginspeksi produk untuk menjamin bahwa produk telah sesuai dengan standar produksi. Inspeksi dilakukan pada setiap departemen produksi dan sebelum proiduk dikirimkan kepada pelanggan. Waktu inspeksi juga meliputi waktu yang diperlukan untuk mengerjakan kembali produk yang kurang memenuhi spesifikasi dan inspeksi ketika bahan baku diterima.
  3. Moving time adalah waktu yang diperlukan untuk memindahkan produk dari satu departemen ke departemen berikutnya serta waktu yang diperlukan untuk memindahkan produk dari dan ke gudang. Dalam tabel diatas terlihat bahwa moving time  memerlukan waktu 5 hari.
  4. Waktu tunggu, yakni waktu dimana produk berada dala suatu departemen sebelum diproses. Misalnya ketika suatu produk telah selesai diproses di departemen A dan telah diinspeksi, maka produk tersbut dikirim ke departemen B. Tetapi setelah sampai di departemen B, produk tersebut mungkin tidak segera diproses. Dalam contoh pada tabel di atas, waktu tunggu di departemen B selama 1 hari.
  5. Waktu simpan adalah waktu untuk menyimpan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi di gudang sebelum digunakan oleh departemen produksi (untuk bahan baku dan barang dalam proses) dan sebelum dikirim ke pelanggan (untuk barang jadi). Dalam tabel diatas diasumsikan bahwa hanya bahan baku dan barang jadi saja yang disimpan selama 5 hari.
     Melihat kelima elemen diatas, sebenarnya hanya elemen yang pertama saja yang sungguh-sungguh merupakan produksi aktual dari suatu produk. Dari perspektif produksi pemanufakturan, elemen pertama tersebut dipandang sebagai waktu yang memiliki nilai tambah, sedangkan keempat elemen yang lain sebagai waktu yang tidak memiliki nilai tambah karena tidak ada nilai tambah yang diberikan pada produk ketika produk tersebut tidak diproses. Jadi dalam bentuk rumus dapat disajikan sebagai berikut:

Throughput Time       =        Processing             +              Waste Time
                                   (Value Added Time)             (Non Value Added Time)

     Pada rumus diatas non value added time terdiri dari waktu inspeksi (1 hari), moving time (0,5 hari), waktu menunggu (0,6 hari), dan waktu simpan (5 hari). Jumlahnya 7,1 hari. Sedangkan value added time hanya terdiri dari 2 hari. Jadi throughput time-nya selama 9,1 hari. Dari studi yang dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan manufaktur diperoleh hasil bahwa waktu pemrosesan memiliki porsi yang kecil dari throughput time (10%).

     Filosofi JIT mengidentifikasi penyebab non value added time dan mengimplementasikan strategi untuk meminimasi throughput time. Secara ekstrim bila semua non value added time dapat dihilangkan, maka throughput time akan sama dengan waktu pemrosesan. Adapun strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1.     Waktu inspeksi dapat dikurangi dengan meningkatkan kualitas. Penghapusan waktu inspeksi memerlukan adanya komitmen terhadap program total quality atau zero defect. akan tetapi komitmen terhadap total quality saja tidak cukup, perusahaan harus bekerja sama dengan pemasok untuk menjamin bahwa pemasok akan memberikan bahan baku yang sesuai dengan spesifikasi yang dipesan.
2.     Pengurang moving time dapat dilakukan dengan mendesain layout pabrik sedemikian rupa sehingga departemen-departemen berdekatan secara fisik. Selain itu produk juga harus didesain sedemikian rupa sehingga hanya memerlukan lebih sedikit perpindahan dalam proses produksinya.
3.     Waktu tunggu dapat dikurangi dengan melakukan koordinasi yang lebih baik di antara departemen produksi. Secara ekstrim, bila suatu departemen produksi menerima produk dari departemen lain pada waktu yang tepat (JIT), maka departemen tersebut akan dapat dengan segera mengerjakan produk sehingga waktu tunggu menjadi nol. Cara lain untuk mengurangi waktu tunggu adalah desain produk dan peralatan pabrik yang lebih baik untuk mengurangi waktu set up. Waktu set up adalah waktu yang diperlukan untuk memodifikasi peralatan pada perusahaan yang memproduksi beberapa produk dimana setiap departemen produksi memproses setiap produk.
4.     Waktu simpan dapat dikurangi dengan beberapa cara, antara lain bekerja sama dengan pemasok untuk menjamin bahwa bahan baku akan diberikan tepat waktu dan sesuai dengan spesifikasi yang diminta serta melakukan koordinasi yang lebih baik di antara departemen produksi sehingga akan mengurangi waktu penyimpanan barang dalam proses.

Manfaat-manfaat JIT
     JIT bukan hanya sekedar metode pengendalian sediaan, tetapi juga merupakan sistem produksi yang saling berkaitan dengan semua fungsi dan aktivitas. Manfaat JIT antara lain:
1.     Mengurangi biaya tenaga kerja langsung dan tidak langsung sebagai akibat adanya penghapusan kegiatan seperti penyimpanan sediaan.
2.     Mengurangi ruangan atau gudang untuk penyimpanan barang.
3.     Mengurangi waktu setup dan penundaan jadwal produksi.
4.     Mengurangi pemborosan barang rusak dan barang cacat dengan mendeteksi kesalahan pada sumbernya.
5.     Mengurangi lead time karena ukuran lot yang kecil sehingga sel produksi lebih dapat memberikan feedback terhadap masalah kualitas.
6.     Penggunaan mesin dan fasilitas secara lebih baik dengan pemasok.
7.     Layout pabrik yang lebih baik.
8.     Integrasi dan komunikasi yang lebih baik di antara fungsi-fungsi, seperti pemasaran, pembelian dan produksi.
9.     Pengendalian kualitas dalam proses.

     Sedangkan sasaran implementasi JIT pada dasarnya terdiri dari:
1.     Sediaan
2.     Cycle time
3.     Perbaikan yang berkesinambungan
4.     Penghapusan pemborosan

Persyaratan-persyaratan JIT
     Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan JIT, yaitu dibutuhkannya pelatihan keterampilan-ketereampilan baru:rasionalisasi alur produksi  menjadi pull system; pemberdayaan operator agar memanfaatkan karakteristik visibilitas JIT; pencegahan timbulnya kemacetan melalui TPM, studi kemampuan proses, SPC dan perbaikan berkesinambungan;ukuran lot yang kecil dan waktu setup yang singkat; serta hubungan kerja yang dekat dengan pemasok superior.
1.     Organisasi pabrik, Layout pabrik dengan JIT memiliki perbedaan dengan layout pabrik yang terapkan dengan sistem tradisional karena layout pabrik dengan JIT berusaha mengatur layout berdasarkan produk. Semua produk yang diperlukan untuk membuat produk tertentu diletakkan dalam satu lokasi. Serta dalam pelaksanaannya menggunakan kanban, maka tidak ada waktu untuk antri sebelum diproses, sehingga waktu siklus dalam JIT kurang dari setengah dari waktu siklus yang sama dalam sistem tradisional.
2.     Pelatihan/Tim/Ketrampilan, JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak bila dibandigkan dengan sistem tradisional karena karyawan akan menghadapi perubahan yang dilakukan sistem tradisional , bagaimana cara kerja JIT, apa yang diharapkan dari JIT, dan bagaimana akibat JIT. Pelatihan secara mendalam mengenai kanban, perbaikan proses, dan alat-alat statistik seharusnya diberikan.
3.     Membentuk Aliran/ Penyederhanaan, Idealnya suatu lini produksi yang baru dapat disetup sebagai batu ujian untuk membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran tersebut, dan memecahkan masalah awal. Lini produksi harus dapat menyesuaikan dengan pekerjaan. Apakah terdapat ruang cukup tetapi tidak terlalu besar? Dapatkah operator berkomunikasi dengan mudah? Apakah setupnya logis dan sederhana? dapatkah perubahan-perubahan yang dibuat menjadikannya lebih baik?
4.     Kanban Pull System, Bersamaan dengan perancangan sel kerja, skema kanban seharusnya dibuat. Rencana kanban perlu dibuat berdasarkan aplikasi, karena tidak ada sistem kanan yang tunggal, terbaik, dan dapat diaplikasikan secara universal. Kanban merupakan sistem manajemen atau pengendalian perusahaan, karena itu kanban memiliki beberapa aturan yang perlu diperhatikan yaitu jangan mengirim produk rusak ke proses berikutnya, proses berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada saat dibutuhkan, memproduksi hanya sejumlah yang diambil oleh proses berikutnya, meratakan beban produksi, menaati instruksi kanban pada saat fine tuning,melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses.
5.     Visibilitas/ Pengendalian Visual, Dalam JIT mudah diketahui apakah proses produksi berjalan normal atau memiliki masalah. Visual scan yang cepat dapat memperlihatkan adanya kemacetan atau kelebihan kapasitas. JIT mendukung digunakannya papan informasi agar para pekerja mengetahui informasi mengenai status, maslah, kualitas dan lain-lain. Apabila ditemukan masalah maka tim akan mengatasinya (karena informasi terbuka). Apabila masalah tersebut berada diluar kemampuan tim, maka orang lain yang ahli atau berwenang akan mengatasinya dengan cepat. Dengan demikian perbaikan proses dalam JIT mudah dan cepat.
6.     Eleminasi kemacetan (Bottleneck), Dalam pabrik JIT semua proses bisa menjadi sumber kemacetan potensial. Hal ini dikarenakan dalam JIT hanya terdapat sedikit kapasitas lebih dan tidak ada persediaan besi (buffer stock) sebagai cadangan bila mesin atau proses berhenti/mati. Untuk mengatasi hal tersebut , maka semua proses dalam JIT terus menerus diteliti dengan cermat dan seksama. Oleh karena setiap proses harus diperhatikan dengan teliti, maka operator proses memainkan peranan utama dalam pemeliharaan, pemantauan dan penyempurnaan proses.
7.     Ukuran Lot Kecil dan Pengurangan Waktu Setup, Pemanufaktur Jepang (dipelopori oleh Toyota dan Taichi Ohno) menyimpulkan bahwa ukuran lot yang ideal bukan yang terbesar, tetapi ukuran lot yang terkecil. Pendekatan ini sesuai bila mesin-mesin digunakan untuk menghasilkan berbagai bagian atau komponen yang berbeda, yang kemudian digunakan proses berikutnya dalam tahap produksi. Pemanufakturan JIT juga menghasilkan waktu setup yang relatif singkat, bahkan hanya dalam beberapa menit. Manfaat utama dari waktu setup yang singkat dan ukuran lot yang kecil adalah orientasi pelanggan, fleksibilitas pemanufakturan, kualitas yang lebih tinggi, dan biaya yang lebih rendah.
8.     Total Productive Maintenance, TPM merupakan suatu keharusan dalam sistem JIT. Mesin-mesin dibersihkan dan diberi pelumas secara rutin, biasanya dilakukan oleh operator yang menjalankan mesin tersebut. Tugas pemeliharaan preventif yang lebih teknis dikerjakan oleh para pakar pada jangka waktu tertentu. Mesin-mesin diupgrade dan dimodifikasi terus menerus agar dapat mengurangi batas toleransi, mempercepat setup, dan mengurangi penyetelan/penyesuaian.
9.     Kemampaun Proses, Statistical Process Control (SPC), dan Perbaikan berkesinambungan harus ada dalam pemenufakturan JIT, karena beberapa hal. pertama, segala sesuatunya harus bekerja sesuai dengan harapan dan mendekati sempurna. Kedua, dalam JIT tidak ada persediaan besi sebagai cadangan untuk kemacetan atau proses. Alasan ketiga yaitu bahwa semua proses dengan mesin dan orangnya harus beroperasi dalam kondisi prima sepanjang waktu.
10. Pemasok, dalam hal pemasok JIT memiliki prioritas yang berbeda dengan sistem produksi tradisional. Perbedaan yang paling nyata adalah JIT membutuhkan komponen, supplies, dan bahkan bahku dalam jumlah sedikit tetapi dalam frekuensi yang tinggi. Sedangkan sistem produksi tradisional membutuhkan dalam jumlah sangat besar tetapi dalam frekuensi rendah. Oleh karena itu dalam JIT, pemilihan pemasok merupakan hal yang sangat penting. Pemasok harus dapat menyediakan apa yang diperlukan dalam jumlah yang tepat pada saat dibutuhkan. 

Sumber : Tjiptono, Fandy & Anastasia Diana, Total Quality Management. 2001. Yogyakarta: ANDI




















1 komentar:

  1. The Casino & Resort in Washington State - Dr.MCD
    In addition to 순천 출장마사지 online 하남 출장마사지 gaming, 아산 출장안마 The Casino 부산광역 출장마사지 and Resort has more than 150 slots. At this time, each 김포 출장안마 casino has 3,500 slot machines,

    BalasHapus