ILMU SOSIAL DASAR
A. Pertentangan
Sosial dan Integrasi Masyarakat
Hidup dalam suatu kelompok masyarakat tentu
perlu adanya hubungan yang baik antara satu individu dengan individu yang lain
agar kehidupan dapat berjalan secara dinamis. Perbedaan yang timbul dalam
kehidupan bermasyarakat merupakan hal yang lumrah ditemui dalam setiap
kehidupan, karena pada hakikatnya manusia memiliki visi dan misi yang
berbeda-beda. Yang menjadi permasalahan disini adalah apa akibatnya apabila
antar manusia tidak memiliki sikap toleransi terhadap perbedaan yang ada, tentu
akan terjadi konflik yang nantinya akan berimbas lebih buruk lagi menjadi
pertentangan sosial. Betapa pentingnya memahami serta memberikan rasa toleransi
terhadap perbedaan yang ada supaya kehidupan dapat terlaksana secara berkesinambungan
sebagaimana mestinya.
1. Perbedaan Kepentingan, Prasangka,
Diskriminasi dan Ethosentris
Kepentingan arti lainnya
adalah sangat perlu, sangat utama (diutamakan), jadi pengertian kepentingan
salah satunya adalah diutamakan. dalam penjelasan Pasal 35 (c) UU No.16
Tahun 2004, kepentingan umum adalah kepentingan negara/bangsa dan masyarakat
luas. Jadi kepentingan umum di sini harus diartikan sebagai kepentingan di
semua aspek dalam bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat dalam arti yang
seluas-luasnya dan yang menyangkut kepentingan hajat hidup masyarakat yang
luas.
Prasangka dan diskriminasi
merupakan dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat
merugikan pertumbuhan, perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dari
peristiwa kecil yang menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan
sepuluh orang, golongan atau wilayah disertai yindakan kekerasan dan destruktif
yang merugikan. Prasangka mempunyai dasar pribadi, di mana setiap orang
memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah tampak. Melalui
proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk
membeda-bedakan. Perbedaan yang secara sosial silaksanakan antar lembaga atau
kelompok dapat menimbulkan prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar,
bahkan melembaga (turun menurun) sehingga tidak heran apabila prasangka ada
pada mereka yang tergolong cendekiawan, sarjana, pemimpin atau negarawan. Jadi
prasangka pada dasarnya pribadi dan dimiliki bersama. Oleh karena itu perlu
mendapatkan perhatian dengan seksama, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai suku bangsa atau masyarakat multi etnik. Suatu hal yang saling
berkaitan, apabila seorang individu mempunyai prasangka rasial biasanya
bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkainya. Tetapi dapat pula
yang bertindak diskriminatif tanpa didasari prasangka, dan sebaliknya seorang
yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif. Perbedaan terpokok
antara prasangla dan diskriminatif ialah bahwa prasangka menunjuk pada aspek
sikap sedangkan diskriminatif menunjuk pada tindakan. Menurut Morgan (1966)
sikap ialah kecenderungan untuk berespons baik secara positif atau negatif
terhadap orang, objek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui bila ia
sudah bertindak atau bertingkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap
bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan
kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan,
aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan
yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh
individu masing-masing.
Ethosentris ( dalam bhs
Indonesia ) adalah kecenderungan sikap Individu yang merasa cara hidup/ budaya
mereka lebih superior dan beradab dari yang lainnya. Ethosentrisme yaitu suatu
kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri
sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok
ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme
merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai
kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri.
Ethosentrisme dan Stereotype
Perasaan dalam dan luar kelompok merupakan dasar untuk suatu sikap yang
disebut dengan ethnosentrisme. Anggota dalam lingkungan suatu kelompok , punyai
kecenderungan untuk menganggap segala yang termasuk dalam kebudayaan kelompok
sendiri sebagai utama, baik riil, logis, sesuai dengan kodrat alam, dan
sebagainya, dan segala yang berbeda dan tidak masuk ke dalam kelompok sendiri
dipandang kurang baik, tidak susila, bertentangan dengan kehendak alam dan
sebagainya. Jecenderungan-jecenderungan tersebut disebut dengan enthosentrisme,
yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan
mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Sikap enthosentrisme ini
diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar,
bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan
bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula
ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif. Dalam melakukan penilaian mengenai sesuati, seseorang cenderung menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub, seperti kaya miskinm rajin malas, pintar bodoh. Kecenderungan menyederhanakan secara maksimal ini disebabkan individu lebih mudaj melakukan hal ini dari pada melakukan penilaian secara majemuk. Dengan demikian stereotype bukan saja suatu kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebihlebihan. Penyederhanaan dan pemukul rataan mengandung stereotype, sehingga merupakan dasar dari prasangka.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif. Dalam melakukan penilaian mengenai sesuati, seseorang cenderung menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub, seperti kaya miskinm rajin malas, pintar bodoh. Kecenderungan menyederhanakan secara maksimal ini disebabkan individu lebih mudaj melakukan hal ini dari pada melakukan penilaian secara majemuk. Dengan demikian stereotype bukan saja suatu kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebihlebihan. Penyederhanaan dan pemukul rataan mengandung stereotype, sehingga merupakan dasar dari prasangka.
2. Pertentangan Sosial Dalam Masyarakat
(Contoh Kasus)
Istilah konflik cenderung menimbulkan respon-respon yang
bernada ketakutan atau kebencian, padahal konflik itu sendiri merupakan suatu
unsur yang penting dalam pengembangan dan perubahan. Konflik dapat memberikan
akibat yang merusak terhadap diri seseorang, terhadap anggota-anggota kelompok
lainnya, maupun terhadap masyarakat. Sebaliknya konflik juga dapat membangun
kekuatan yang konstruktif dalam hubungan kelompok. Konflik merupakan suatu
sifat dan komponen yang penting dari proses kelompok, yang terjadi melalui
cara-cara yang digunakan orang untuk berkomunikasi satu dengan yang lain. Konflik mengandung suatu pengertian tingkah laku yang
lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai
pertentangan yang kasar dan perang. Dasar konflik berbeda-beda. Dalam hal ini
terdapat tiga elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik yaitu
:
1.
terdapatnya dua atau lebih
unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat dalam konflik
2.
unit-unit tersebut mempunyai
perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan,
masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan.
3.
terdapatnya interaksi di
antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan
emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau
permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu
individu, sampai pada ruang lingkup yang paling besar yaitu masyarakat :
1.
Pada taraf di dalam diri
seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau
emosi-emosi dan dorongan-dorongan yang antagonistik dalam diri seseorang
2.
Pada taraf dalam kelompok,
konflik-konflik ditimbulkan dari konflik-konflik yang terjadi di dalam diri
individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam
tujuan-tujuan, nilai-nilai dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk
menjadi anggota-anggota kelompok dan minat-minat mereka
3.
Pada taraf masyarakat,
konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma
kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma kelompok lain di dalam masyarakat
tempat kelompok yang bersangkutan berada.
Perbedaan dalam tujuan, nilai, dan norma serta minat;
disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan simber-sumber sosio
ekonomis dalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada di dalam
kebudayaan-kebudayaan yang lain.
Para penulis seperti Berstein, Coser, Follett, Simmel, Wilson, dan ryland; memandang konflik sebagai sesuatu yang tidak dapat dicegah timbulnya, yang secara potensial dapat mempunyai kegunaan yang fungsional dan konstrutif; namun sebaliknya, dapat pula tidak bersifat fungsional dan destruktif (Bernstein, 1965). Konflik mempunyai potensi untuk memberikan pengaruh yang positif maupun negatif dalam berbagai taraf interaksi manusia.
Para penulis seperti Berstein, Coser, Follett, Simmel, Wilson, dan ryland; memandang konflik sebagai sesuatu yang tidak dapat dicegah timbulnya, yang secara potensial dapat mempunyai kegunaan yang fungsional dan konstrutif; namun sebaliknya, dapat pula tidak bersifat fungsional dan destruktif (Bernstein, 1965). Konflik mempunyai potensi untuk memberikan pengaruh yang positif maupun negatif dalam berbagai taraf interaksi manusia.
Contoh kasus dalam
pertentangan sosial dalam masyarakat ini yaitu misalkan dalam suatu pemukiman
penduduk terdapat dua suku pendatang yang berbeda, mereka hidup secara
bersama-sama dengan lingkungan tempat tinggal yang sama pula akan tetapi mereka
memiliki adat istiadat yang berbeda dalam melaksanakan kehidupannya. Perbedaan
yang terjadi tersebut dapat menimbulkan konflik yang besar pada kapan saja apabila
dua suku yang berbeda tersebut tidak memiliki rasa toleransi terhadap adat
istiadat yang dianut masing-masing suku. Oleh karena itu perlu adanya rasa
toleransi antar tiap suku tersebut untuk menghargai adat istiadat dari suku
yang lainnya tersebut.
3. Pengertian Integrasi Sosial,
Integrasi Nasional
Integrasi Masyarakat dan Nasional Integrasi masyarakat dapat
diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari
individu, keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga
menghasilkan persenyawaan-persenyawaan, berupa adanya konsensus nilai-nilai
yang sama dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi kerja sama, akomodasi,
asimilasi dan berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di antara anggota msyarakat
secara keseluruhan. Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu
mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi
konflik, dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem
yang tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena
itu untuk mewujudkan integrasi bangsa pada bangsa yang majemuk dilakukan dengan
mengatasi atau mengurangi prasangka. Perlu dicari beberapa bentuk akomodatif
yang dapat mengurangi konflik sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui
empat sistem, diantaranya ialah :
1.
Sistem budaya seperti
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
2.
Sistem sosial seperti
kolektiva-kolektiva sosial dalam segala bidang
3.
sistem kepribadian yang
terwujud sebagai pola-pola penglihatan (persepsi), perasaan (cathexis),
pola-pola penilaian yang dianggap pola-pola keindonesiaan, dan
4.
Sistem Organik jasmaniah, di
mana nasionalime tidak didasarkan atas persamaan ras.
Untuk mengurangi prasangka, keempat sistem itu harus dibina,
dikembangkan dan memperkuatnya sehingga perwujudan nasionalisme Indonesia dapat
tercapai. Berikut adalah Judul asli tulisan yang bertujuan mencegah
disintegrasi nasional, yang ditulis tahun 1998 oleh Bapak Susilo Bambang Yudhoyono
yang pada saat itu menjabat sebagai Kasospol ABRI
INTEGRASI NASIONAL
INTEGRASI NASIONAL
Oleh : Susilo Bambang
Yudhoyono
Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) nasional
agaknya berangkat dari kondisi di tanah air dewasa ini yang dapat digambarkan
sebagai penuh konflik dan pertikaian. Gelombang reformasi telah menimbulkan
berbagai kecederungan dan realitas baru, seperti dihujat dan dibongkarnya
format politik Orde Baru, munculnya aliansi ideologi dan politik yang ditandai
dengan menjamurnya partai politik baru, lahirnya tuntutan daerah di luar Jawa
agar mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka sendiri, serta terjadinya
konflik dan benturan antara etnik dengan segala permasalahannya. Saat negeri
ini belum bisa mengatasi krisis nasional yang masih berlangsung, terutama
krisis ekonomi, fenomena politik dewasa ini telah benar-benar meningkatkan
derajat kekhawatiran atas kukuhnya integrasi nasional kita.
Membangun dan mempertahankan integrasi nasional adalah agenda
yang belum terselesaikan. Untuk melakukannya diperlukan konsistensi,
kesungguhan, dan sekaligus kesabaran. Agar upaya pembinaan itu efektif dan
berhasil, diperlukan pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat.
Framework yang hendak kita bangun dalam upoaya memperkukuh integrasi nasional
paling tidak menyangkut lima faktor penting.
Pertama, membangun dan menghidupkan terus komitmen,
kesadaran, dan kehendak untuk bersatu. Perjalanan panjang bangsa Indonesia
untuk menyatukan dirinya, sebutlah mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumaph
Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan rangkaian upaya menumpas
pemberontakan dan saparatisme, harus terus dilahirkan dalam hati sanubari dan
alam pikiran bangsa Indonesia.
Kedua, menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu
membangun konsensus. Kompromi dan kesepakatan adalah jiwa musyawarah dan
sesungguhnya juga demokrasi. Iklim dan budaya yang demikian itu, bagi Indonesia
yang amat majemuk, sangat diperlukan. Tentunya, penghormatan dan pengakuan
kepada mayoritas dibutuhkan, tetapi sebaliknya perlindungan terhadap minoritas
tidak boleh diabaikan. Yang kita tuju adalah harmoni dan hubungan simetris, dan
bukan hegemoni. Karena itu, premis yang mengatakan The minority has its say,
the majority has its way harus kita pahami secara arif dan kontekstual.
Ketiga, membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan pada
nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa. Menyuburkan
integrasi nasional tidak hanya dilakukan secara struktural tetapi juga
kultural. Pranata itu kelak harus mampu membangun mekanisme peleraian konflikk
(conflict management) guna mencegah kecenderungan langkah-langkah yang represif
untuk menyelesaikan konflik.
Keempat, merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret,
tegas dan tepat dalam segala aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang
mencerminkan keadilan semua pihak, semua wilayah. Kebijakan otonomi daerah,
desentralisasi, keseimbangan pusat daerah, hubungan simetris
mayoritas-minoritas, perlindungan kaum minorotas, permberdayaan putra daerah,
dan lain-lain pengaturan yang sejenis amat diperlukan. Disisi lain
undang-undang dan perangkat regulasi lain yang lebih tegas agar gerakan
sparatisme, perlawanan terhadap ideologi negara, dan kejahatan yang berbau SARA
tidak berkembang dengan luluasa, harus dapat kita rumuskan dengan jelas.
Kelima, upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional
memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif. Setiap pemimpin di negeri ini,
baik formal maupun informal, harus memilikim kepekaan dan kepedulian tinggi
serta upaya sungguh-sungguh untuk terus membina dan memantapkan integrasi
nasional. Kesalahan yang lazim terjadi, kita sering berbicara tentang kondisi
objektif dari kurang kukuhnya integrasi nasional di negeri ini, serta setelah
itu bermimpi tentang kondisi yang kita tuju (end state), tetapi kita
kurang tertarik untuk membicarakan prose dan kerja keras yang harus kita
lakukan. Kepemimpinan yang efektif di semua ini akhirnya merupakan faktor
penentu yang bisa menciptakan iklim dan langkah bersama untuk mengukuhkan
integrasi nasional.
4. Contoh Kasus Tentang Integrasi Sosial
JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Sekretaris Fraksi PDI-P,
Jacobus Majong Padang, mengaku miris atas terjadinya ketimpangan hukum yang
kini sedang dipertontonkan oleh pemerintahan SBY-Boediono. Politisi yang kerap
disapa Kobu ini berujar, kaum Marhaen—sebutan kaum proletar—kini seakan makin
diproklamasikan tertindas, belum merdeka.
"Yang dipertontonkan jelas sekali,
perlakuan hukum yang tidak adil. Contoh konkret nenek Minah di Banyumas, Jawa
Tengah. Dia dihukum 1,5 bulan karena mencuri 3 buah kakao di kebun. Meski sudah
berusaha meminta maaf, aparat tetap menegakkan hukum. Dalih, menegakkan hukum
adil bagi yang melanggar hukum," kata Kobu, Sabtu (21/11).
Menurut Kobu, aparat hukum dalam kasus
hukum yang dihadapi Minah berusaha menegakkan hukum seakan demi keadilan. Hal
ini seakan kontras dengan apa yang terjadi, baik terhadap dugaan penyuapan yang
dilakukan Anggodo Widjojo, maupun kasus skandal aliran dana Bank Century
sebesar Rp 6,7 triliun.
"Terkesan, aparat penegak hukum
ingin menutupi adanya pencurian uang negara sebesar Rp 6,7 triliun di Bank
Century. Keadilan sangat mahal di negeri ini. Kaum Marhaen memang belum
merdeka. Pemerintah jangan pertontonkan ketimpangan hukum," kata Kobu
lirih.
Tanggapan dan solusi : Seharusnya pemerintah
dapat lebih bijak dalam mengambil suatu keputusan dalam menangani suatu kasus
tanpa adanya pandang bulu, dari kasus tersebut sangat terlihat kontras sekali
antara si “besar” dan si “kecil”. Miris sekali rasanya apabila keadilan hanya
dapat dinikmati oleh si “besar” saja.
5. Contoh Kasus Tentang Integrasi
Nasional
Pada suatu
kelas, terdapat mayoritas siswanya beragama muslim dan minoritasnya
beragama non-muslim. Jika yang beragama mulsim sedang mengikuti pelajaran
agamanya, maka yang beragama non-muslim diberikan toleransi untuk tidak
mengikuti pelajaran agama tersebut dan begitu juga sebaliknya. Begitu juga
dalam konteks kehidupan masyarakat yang pluralistik.
Perbedaan-perbedaan yang muncul harus dijadikan sebagai suatu keberagaman yang
dilandasi oleh nilai-nilai toleransi. Jadi, dari pemahaman masyarakat tentang
bertoleransi itulah yang dapat menimbulkan suatu integrasi dalam
masyarakat.
Berkaca
dari beberapa contoh kasus dewasa ini, penyebab yang mengancam integrasi
nasional bangsa ini sebenarnya adalah dari kesadaran atas pemahaman dari
keberagaman bangsa itu sendiri. Kondisi yang majemuk seperti ini seolah
dimaknai sempit oleh beberapa kelompok masyarakat. Hal tersebut terwujud dari
tindakan-tindakan yang mengarah kepada gerakan seperatis yang mengancam
keutuhan bangsa. Negara Islam Indonesia (NII), Organisasi Papua Merdeka (OPM),
Republik Maluku Selatan, serta pengibaran bendera Aceh yang akhir-akhir ini
baru saja terjadi, merupakan beberapa wujud tindakan yang mengancam integrasi
nasional negara ini. Jika dilihat dari segi sosiologis, konflik-konflik seperti
ini muncul karena adanya beberapa faktor yang melandasi. Di antaranya adanya
berbagai kepentingan politikdari tiap-tiap gerakan itu sendiri.
Selain itu, kecemburuan sosial terhadap perlakuan pemerintah atauinstitusi juga
dapat mendasari hal itu. Selanjutnya, adanya solidaritas di
dalam kelompok yang lebih kuat daripada solidaritas kebangsaannya, memungkinkan
munculnya sikap yang mengarah ke dalam disintegrasitersebut. Itulah
sebabnya mengapa integrasi nasional bangsa ini sedang dalam ancaman.
Dari
beberapa contoh kasus di atas, konsep dari suatu bangsa yang majemuk,
telah disalahartikan maknanya oleh beberapa kelompok masyarakat. Suatu kesatuan
yang seharusnya difasilitasi oleh sikap toleransi, malah diartikan sebagai
fasilitas kepentingan dalam solidaritas kelompok-kelompok. Akibatnya, pemaknaan
atas keberagaman yang seharusnya disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia
yangmultikultur, menjadi pemaknaan atas suatu tindakan penyeragaman
bangsa Indonesia. Selain itu, yang juga seharusnya dimaknai bahwa Indonesia
negara yang terbagi atas suku bangsa, agama, ras, dan lainnya, menjadi suatu
pemaknaan adanya pembagian wilayah Indonesia yang tidak berintegrasi dalam suatu
kesatuan. Oleh karena itu, pemikiran yang keliru tersebut ingin menjadikan
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang seragam dan terpecah belah.
Dengan
contoh munculnya gerakan Negara Islam Indonesia (NII) telah membuktikan bahwa
adanya keinginan yang kuat untuk menjadikan negara Indonesia menjadi negara
yang islami. Artinya, keinginan kuat itulah yang ingin menjadikan negara ini
menjadi negara yang tadinya beranekaragam atau multikultur,
menjadi suatu negara yang seragam. Selain itu, gerakan separatis seperti
OPM dan RMS juga merupakan dampak dari pemaknaan yang keliru. Jika pemaknaan
atas Islam sebagai suatu agama dimaknai dengan mengindonesiakan Islam, maka
nilai-nilai agama Islam di dalamnya dapat disesuaikan dengan
perbedaan-perbedaan atas keberagaman yang ada pada bangsa Indonesia, tentu
tanpa mencederai makna atas agama Islam itu sendiri. Dengan demikian,
nilai-nilai toleransi dalam beragama dapat terbangun sehingga pemaknaan atas
hal tersebut yang keliru tersebut dapat dihindari.
Dalam
persoalan ini, integrasi memang memerlukan perhatian penting,
khususnya atas pemahaman atau penafsiran atas keberagaman bangsa Indonesia.
Jika diibaratkan, kondisi tersebut seperti seorang anak yang sedang diajarkan
mengenali anggota keluarganya. Kondisi anak yang sebelumnya belum mengetahui
siapa ayah, ibu, ataupun kakak dan adiknya, setelah diajarkan maka anak
tersebut mengenali dan mencoba untuk menyapa anggota keluarganya tersebut. Hal
itu juga yang diperlukan untuk meluruskan pemaknaan atas keberagaman
bangsa. Dimulai dari mengenal siapa dirinya dan bangsanya serta kemudian
mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Persoalan
integrasi memang merupakan suatu hal yang mendasar dan kompleks. Jika dilihat
dalam pendekatan struktural fungsional, memang dapat dikatakan
bahwa integrasi merupakan suatu sistem yang saling
berkesinambungan. Akan tetapi, jika dilihat dalam pendekatan konflik,
maka integrasi dapat dimunculkan dari adanya pertentangan-pertentangan, baik di
dalam maupun di luar kelompok. Sekarang tinggal bagaimana mencoba untuk
meminimalisasi konflik yang ada. Salah satunya adalah proses penyadaran atas
makna dari integrasi dalam keberagaman bangsa ini. Dengan demikian, jika hal
tersebut dapat tersosialisasi dengan baik, maka bukan tidak mungkin suatu
gerakan-gerakan separatis yang mengancam integrasi nasional bangsa ini tidak
akan muncul sehingga integrasi nasional menjadi suatu makna abadi yang
tersampaikan.
B. Ilmu Pengetahuan
Teknologi dan Kemiskinan
Pada
zaman yang serba canggih pada saat ini menuntut individu menjadi harus paham
dengan perkembangan teknologi yang terjadi pada saat ini. Teknologi telah
merajai dunia dengan segala kemampuannya yang dapat memberikan suatu nilai
tambah bagi penggunanya serta menjadi ajang penentu akan strata sosial dalam
masyarakat. Teknologi membuat kehidupan yang tentu lebih mudah dibandingkan
dengan puluhan tahun sebelumnya. Mirisnya, pada zaman yang serba canggih pada
saat ini masih terdapat banyak penduduk miskin yang belum tahu akan pengetahuan
teknologi. Kemiskinan membuat mereka buta akan kenyataan teknologi yang terjadi
pada saat ini. Akibatnya merekapun semakin terasingkan dari dunia ini karena
adanya keterbatasan yang mereka miliki.
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan
batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia. Ilmu menjawab
pertanyaan “why” dan “how” sedangkan filsafat menjawab pertanyaan “why, why,
dan why” dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh
pikiran atau budi manusia (munkin juga pertanyaan-pertanyaannya terus dilakukan
sampai never ending)..n oleh Heidegger, setiap telaahan filosofis terdapat
unsur metafisik.
1.
ilmu
adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan dari mana
dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum. (Nazir,
1988)
2.
konsepsi
ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal, yaitu adanya rasionalitas, dapat
digeneralisasi dan dapat disistematisasi (Shapere, 1974)
3.
pengertian
ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan
realitas sosial (Schulz, 1962)
4.
ilmu
tidak hanya merupakan satu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi
juga merupakan suatu metodologi
Empat pengertian di atas dapatlah
disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal
atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat),
yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu
merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu
terkait. alam
pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian
tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika
seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan
pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut. Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan
pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan
aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan
observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris
tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang
dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada
objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui
pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang
sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan
pengetahuan tentang manajemen organisasi. Selain
pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi
yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan
pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya
pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan
didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah
pemikiran logis akal budi. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang
diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak
dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang
secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Ilmu Pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan
analisis yang rasional, sistimatik, logik dan konsisten. Hasilnya dari ilmu
pengetahuan dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan
dan objektif. Ilmu pengetahuan mempunyai spektrum analisis amat luas, mencakup persoalan yang sifatnya supermakro, makro dan mikro. Hal ini jelas terlihat, misalnya pada ilmu-ilmu: fisika, kimia, kedokteran, pertanian, rekayasa, bioteknologi, dan sebagainya.
dan objektif. Ilmu pengetahuan mempunyai spektrum analisis amat luas, mencakup persoalan yang sifatnya supermakro, makro dan mikro. Hal ini jelas terlihat, misalnya pada ilmu-ilmu: fisika, kimia, kedokteran, pertanian, rekayasa, bioteknologi, dan sebagainya.
2. Pengertian Teknologi
Teknologi atau pertukangan memiliki lebih dari
satu definisi. Salah satunya adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin,
material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sebagai
aktivitas manusia, teknologi mulai dikenal sebelum sains dan teknik. Teknologi dibuat atas
dasar ilmu pengetahuan dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia, namun
jika pada kenyataannya teknologi malah mempersulit, layakkah disebut Ilmu
Pengetahuan?
Kata teknologi sering menggambarkan
penemuan dan alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan saintifik yang
baru ditemukan. Meskipun demikian, penemuan yang sangat lama seperti roda juga
disebut sebuah teknologi.
Definisi lainnya (digunakan dalam ekonomi) adalah
teknologi dilihat dari status pengetahuan kita yang sekarang dalam bagaimana
menggabungkan sumber daya untuk memproduksi produk yang diinginkan( dan
pengetahuan kita tentang apa yang bisa diproduksi). Oleh karena itu, kita dapat
melihat perubahan teknologi pada saat pengetahuan teknik kita meningkat. Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia
yaitu bagian dari sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut
Djoyohadikusumo (1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan
(engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi, yaitu
science dan engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sains mengacu
pada pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya mengenai
ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam
interaksinya satu terhadap lainnya. Makna
Teknologi, menurut Capra (2004, 106) seperti makna ‘sains’, telah mengalami
perubahan sepanjang sejarah. Teknologi, berasal dari literatur Yunani, yaitu
technologia, yang diperoleh dari asal kata techne, bermakna wacana seni. Ketika
istilah itu pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris di abad ketujuh belas,
maknanya adalah pembahasan sistematis atas ‘seni terapan’ atau pertukangan, dan
berangsur-angsur artinya merujuk pada pertukangan itu sendiri. Pada abad ke-20,
maknanya diperluas untuk mencakup tidak hanya alat-alat dan mesin-mesin, tetapi
juga metode dan teknik non-material. Yang berarti suatu aplikasi sistematis
pada teknik maupun metode. Sekarang sebagian besar definisi teknologi, lanjut
Capra (2004, 107) menekankan hubungannya dengan sains. Ahli sosiologi Manuel
Castells seperti dikutip Capra (2004, 107) mendefinisikan teknologi sebagai
‘kumpulan alat, aturan dan prosedur yang merupakan penerapan pengetahuan ilmiah
terhadap suatu pekerjaan tertentu dalam cara yang memungkinkan pengulangan.
3. Ciri-ciri Fenomena Teknik Dalam Masyarakat
menurut Sastrapratedja (1980) memiliki
ciri-ciri sebagia berikut :
1.
Rasionalistas,
artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan
dengan perhitungan rasional
2.
Artifisialitas,
artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
3.
Otomatisme,
artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis.
Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi
kegiatan teknis
4.
Teknik
berkembang pada suatu kebudayaan
5.
Monisme,
artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
6.
Universalisme,
artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat
menguasai kebudayaan
7.
otonomi
artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi yang berkembang denan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Luasnya bidang teknik digambarkan sebagai berikut :
Teknologi yang berkembang denan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Luasnya bidang teknik digambarkan sebagai berikut :
1.
Teknik
meluputi bidang ekonomi, artinya teknik mampu menghasilkan barang-barang
industri. Dengan teknik, mampu mengkonsentrasikan capital sehingga terjadi
sentralisasi ekonomi
2.
Teknik
meliputi bidang organisasional seperti administrasi, pemerintahan, manajemen,
hukum dan militer
3.
Teknik
meliputi bidang manusiawi. Teknik telah menguasai seluruh sector kehidupan
manusia, manusia semakin harus beradaptasi dengan dunia teknik dan tidak ada
lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik.
4. Ciri-ciri Teknologi Barat
1.
Serba intensif
dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dan lain-lain,
sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu sendiri.
2.
Dalam struktur
sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
3.
Kosmologi atau
pandangan teknologi Barat adalah: menganggap dirinya sebagai pusat yang lain.
5. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian ,
tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman
utamanyamencakup:
1.
Gambaran
kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangansehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam
arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2.
Gambaran tentang
kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan,
karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi
pada bidang ekonomi.
3.
Gambaran tentang
kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda
melintasi bagian-bagian politikdan ekonomi di seluruh dunia.
6. Ciri-ciri Manusia yang Hidup di Bawah
Garis Kemiskinan
mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Tidak memiliki factor-faktor
produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan.
2.
Tidak memiliki kemungkinan untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan
3.
sendiri, seperti untuk memperoleh
tanah garapan ataua modal usahaTingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai
taman SD.
4.
Kebanyakan tinggal di desa
sebagai pekerja bebas
5.
Banyak yang hidup di kota berusia
muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.
7. Fungsi Kemiskinan
Pertama : adalah menyediakan tenaga
kerja untuk pekerjaan kotor, tidak terhormat, berat, berbahaya, tetapi di bayar
murah. Kedua :
kemiskinan adalah menambah atau memperpanjang nilai guna barang atau jasa. Baju
bekas yang sudah tidak terpakai dapat di jual ( atau dengan bangga di katakan ”
di infakan ”)kepada orang-orang miskin. Ketiga
: kemiskinan adalah mensubsidi berbagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan
orang-orang kaya. Pegawai-pegawai kecil, karena di bayar murah, petani tidak
boleh menaikan harga beras mereka untuk mensubsidi orang-orang kota. Kempat : kemiskinan adalah menyediakan lapangan
kerja,bagaimana mungkin orang miskin memberikan lapangan kerja ? karena ada
orang miskin lahirlah pekerjaan tukang kredit ( barang atau uang )
aktivis-aktivis LSM ( yang menyalurkan dana dari badan-badan internasional
lewat para aktivis yang belum mendapatkan pekerjaan kantor ) belakangan kita
tahu bahwa tidak ada komunitas yang paling laku di jual oleh negara ketiga di
pasaran internasional selain kemiskinan. Kelima
: kemiskinan adalah memperteguh status sosial orang-orang kaya, perhatikan jasa
orang miskin pada perilaku orang-orang kaya baru. Sopir yang menemaninya
memberikan label bos kepadanya.Nyonya-nyonya dapat menunjukan kekuasaannya
dengan memerintah PRT mengurus rumah tangganya.
C. Agama dan Masyarakat
Setiap manusia yang hidup didunia
pasti memiliki kepercayaan dan keyakinannya masing-masing. Kepercayaan tersebut
dinamakan dengan istilah agama. Pada hakikatnya kehidupan yang dilakukan oleh
manusia selalu berhubungan dengan agama. Karena dalam setiap agama telah diatur
tata cara kehidupan yang baik supaya para pelakonnya mendapatkan keselamatan di
dunia serta di akhirat. Setiap agama menganjurkan kepada setiap pemeluknya
untuk selalu melakukan perbuatan baik sesuai dengan yang diperintahkan oleh
agamanya masing-masing. Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat beraneka ragam
agama yang dimiliki oleh setiap sekelompok manusia. Tentunya semua agama yang
dianut tersebut merujuk pada suatu kebaikan kecuali agama yang tidak jelas
asal-usulnya atau dapat dikatakan agama yang menyimpang.
1. Fungsi Agama Dalam Masyarakat
Indonesia
memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan
masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat
dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.
Masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya,
karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga
budaya agar tetap terpelihara. Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu
berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang
tidak dapat dipecahakan secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan
ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya
sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, dan stabil. Agama dalam masyarakat
bisa difungsikan sebagai berikut:
1) Fungsi Edukatif
Agama
memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya
(fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan
lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi)
pendalaman rohani, dsb.
2) Fungsi Penyelamatan
Bahwa
setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun
sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama.
Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk
tertinggi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang
hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan.
3) Fungsi Pengawasan Sosial
Agama
meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan
moral warga masyarakat. Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral
(yang dianggap baik) dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari sistem
hukum negara modern.
4) Fungsi Memupuk Persaudaraan
Kesatuan
persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia
yang didirikan atas unsur kesamaan. Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi
yang sama, seperti liberalisme, komunisme, dan sosialisme. Kesatuan
persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung
dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll. Kesatuan persaudaraan
atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini
manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh
pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang
tertinggi yang dipercayai bersama
5) Fungsi Transformatif
Fungsi
transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau
mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan menurut Thomas
F., enam fungsi agama dan masyarakat yaitu:
a.
Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
b.
Sarana hubungan
transendental melalui pemujaan dan upacara keagamaan.
c.
Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
d.
Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
e.
Pemberi identitas diri.
f.
Pendewasaan agama.
2. Dimensi Komitmen Agama
1) Dimensi Ritual
Dimensi
ritual dapat menjelaskan komitmen keagamaan melalui tingkah laku yang
diharapkan akan muncul pada diri manusia yang menyatakan keyakinan mereka pada
agama yang mereka anut.
2) Dimensi Keyakinan
Dimensi
Keyakinan atau yang biasa disebut doktrin merupakan dimensi yang paling
mendasar dari agama karena menjelaskan seberapa besar manusia memegang
kepercayaan terhadap agama yang dianut dan menerima hal – hal yang ada di dalam
agama mereka.
3) Dimensi Pengetahuan
Dimensi
pengetahuan adalah dimensi yang menjelaskan tentang seberapa jauh seseorang
mengenal dan menegtahui hal – hal mengenai agama yang mereka yakini seperti
latar belakang ajaran agama tersebut.
4) Dimensi Perasaan
Dimensi
perasaan menjelaskan tentang dunia mental dan emosional seseorang dan keinginan
untuk mempercayai suatu agama serta takut bila tak menjadi orang yang beragama.
5) Dimensi Konsekuensi
Dimensi
konsekuensi menjelaskan tentang tingkah laku seseorang, tetapi berbeda dengan
dimensi ritual karena tingkah laku yang dimaksud adalah hal – hal yang terjadi
di dalam kehidupan sehari – hari dan muncul akibat motivasi dari agama mereka.
3. Sebutkan 3 Tipe Kaitan Agama dengan
Masyarakat
1)
Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai
sakral atau masyarakat yang terisolasi.
2)
Masyarakat-masyarakat pra-industri yang
sedang berkembang yang tak terisolasi.
3)
Masyarakat yang bisa terisolasi dan bisa juga
tak terisolasi.
4. Definisi Pelembagaan Agama
Lembaga
agama adalah suatu organisasi yang disahkan oleh pemerintah dan berjalan
menurut keyakinan yang dianut oleh masing-masing agama. Penduduk Indonesia pada
umumnya telah menjadi penganut formal salah satu dari lima agama resmi yang
diakui pemerintah. Pengertian pelembagaan agama itu sendiri ialah apa dan
mengapa agama ada, unsur-unsur, dan bentuknya serta fungsi struktur agama.
5. Fungsi Pelembagaan Agama
Lembaga
keagamaan yang ada di Indonesia pada umumnya berfungsi sebagai berikut:
1)
Tempat untuk membahas dan menyelesaikan segala masalah
yang menyangkut keagamaan.
2)
Memelihara dan meningkatkan kualitas kehidupan
beragama umat yang bersangkutan.
3)
Memelihara dan meningkatkan kerukunan hidup antar umat
yang bersangkutan.
4)
Mewakili umat dalam berdialog dan mengembangkan sikap
saling menghormati serta kerjasama dengan umat beragama lain.
5)
Menyalurkan aspirasi umat kepada pemerintah dan
menyebarluaskan kebijakan pemerintah kepada umat.
6)
Wahana silaturrahmi yang dapat menumbuhkan rasa
persaudaraan dan kekeluargaan.
6. Contoh Kasus Konflik Tentang Agama
Yang Ada dalam Masyarakat
Perbedaan
konsepsi di antara agama-agama yang ada adalah sebuah realitas, yang tidak
dapat dimungkiri oleh siapa pun. Perbedaan bahkan benturan konsepsi itu terjadi
pada hampir semua aspek agama, baik di bidang konsepsi tentang Tuhan maupun konsepsi pengaturan
kehidupan. Hal ini dalam prakteknya, cukup sering memicu konflik fisik antara
umat berbeda agama.
Konflik
Maluku, Poso, ditambah sejumlah kasus terpisah di berbagai tempat di mana kaum Muslim terlibat konflik
secara langsung dengan umat Kristen adalah sejumlah contoh konflik yang banyak dipicu oleh perbedaan konsep di antara
kedua agama ini. Perang Salib (1096-1271) antara umat Kristen Eropa dan Islam,
pembantaian umat Islam di Granada oleh Ratu Isabella ketika mengusir Dinasti
Islam terakhir di Spanyol, adalah konflik antara Islam dan Kristen yang
terbesar sepanjang sejarah. Catatan ini, mungkin akan bertambah panjang, jika
intervensi Barat (Amerika dan sekutu-sekutunya) di dunia Islam dilampirkan pula
di sini. Kasus-kasus ini merupakan contoh dari tidak adanya saling menghargai
dan toleransi sesama umat beragama. Seharusnya kasus konflik seperti ini tidak
terjadi lagi dalam era modern seperti sekarang. Hal ini hanya akan menimbulkan
hambatan-hambatan dalam kehidupan masing-masing masyarakat, dimana seharusnya
masyarakat saling membantu untuk memajukan bangsa, bukan saling menghancurkan.
Sesungguhnya sikap yang seperti itu hanya akan memperburuk keadaan bangsa.
Sumber
:
http://eliana-hubunganagamadanmasyarakat.blogspot.com/2012/05/agama-dan-masyarakat.html
http://obyramadhani.wordpress.com/2009/11/20/agama-dan-masyarakat/
http://vandyaprillyan.blogspot.com/2012/11/agama-dan-masyarakat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar