Sabtu, 18 Januari 2014

ILMU SOSIAL DASAR

ILMU SOSIAL DASAR
                                                                              
A. Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat
   Hidup dalam suatu kelompok masyarakat tentu perlu adanya hubungan yang baik antara satu individu dengan individu yang lain agar kehidupan dapat berjalan secara dinamis. Perbedaan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hal yang lumrah ditemui dalam setiap kehidupan, karena pada hakikatnya manusia memiliki visi dan misi yang berbeda-beda. Yang menjadi permasalahan disini adalah apa akibatnya apabila antar manusia tidak memiliki sikap toleransi terhadap perbedaan yang ada, tentu akan terjadi konflik yang nantinya akan berimbas lebih buruk lagi menjadi pertentangan sosial. Betapa pentingnya memahami serta memberikan rasa toleransi terhadap perbedaan yang ada supaya kehidupan dapat terlaksana secara berkesinambungan sebagaimana mestinya.

1. Perbedaan Kepentingan, Prasangka, Diskriminasi dan Ethosentris
Kepentingan arti lainnya adalah sangat perlu, sangat utama (diutamakan), jadi pengertian kepentingan salah satunya adalah diutamakan. dalam penjelasan Pasal 35 (c) UU No.16 Tahun 2004, kepentingan umum adalah kepentingan negara/bangsa dan masyarakat luas. Jadi kepentingan umum di sini harus diartikan sebagai kepentingan di semua aspek dalam bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dan yang menyangkut kepentingan hajat hidup masyarakat yang luas.
Prasangka dan diskriminasi merupakan dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dari peristiwa kecil yang menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan sepuluh orang, golongan atau wilayah disertai yindakan kekerasan dan destruktif yang merugikan. Prasangka mempunyai dasar pribadi, di mana setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah tampak. Melalui proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk membeda-bedakan. Perbedaan yang secara sosial silaksanakan antar lembaga atau kelompok dapat menimbulkan prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar, bahkan melembaga (turun menurun) sehingga tidak heran apabila prasangka ada pada mereka yang tergolong cendekiawan, sarjana, pemimpin atau negarawan. Jadi prasangka pada dasarnya pribadi dan dimiliki bersama. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian dengan seksama, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat multi etnik. Suatu hal yang saling berkaitan, apabila seorang individu mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkainya. Tetapi dapat pula yang bertindak diskriminatif tanpa didasari prasangka, dan sebaliknya seorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif. Perbedaan terpokok antara prasangla dan diskriminatif ialah bahwa prasangka menunjuk pada aspek sikap sedangkan diskriminatif menunjuk pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap ialah kecenderungan untuk berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, objek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertindak atau bertingkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh individu masing-masing.
Ethosentris ( dalam bhs Indonesia ) adalah kecenderungan sikap Individu yang merasa cara hidup/ budaya mereka lebih superior dan beradab dari yang lainnya. Ethosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri. 
Ethosentrisme dan Stereotype  Perasaan dalam dan luar kelompok merupakan dasar untuk suatu sikap yang disebut dengan ethnosentrisme. Anggota dalam lingkungan suatu kelompok , punyai kecenderungan untuk menganggap segala yang termasuk dalam kebudayaan kelompok sendiri sebagai utama, baik riil, logis, sesuai dengan kodrat alam, dan sebagainya, dan segala yang berbeda dan tidak masuk ke dalam kelompok sendiri dipandang kurang baik, tidak susila, bertentangan dengan kehendak alam dan sebagainya. Jecenderungan-jecenderungan tersebut disebut dengan enthosentrisme, yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif. Dalam melakukan penilaian mengenai sesuati, seseorang cenderung menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub, seperti kaya miskinm rajin malas, pintar bodoh. Kecenderungan menyederhanakan secara maksimal ini disebabkan individu lebih mudaj melakukan hal ini dari pada melakukan penilaian secara majemuk. Dengan demikian stereotype bukan saja suatu kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebihlebihan. Penyederhanaan dan pemukul rataan mengandung stereotype, sehingga merupakan dasar dari prasangka.

2. Pertentangan Sosial Dalam Masyarakat (Contoh Kasus)
Istilah konflik cenderung menimbulkan respon-respon yang bernada ketakutan atau kebencian, padahal konflik itu sendiri merupakan suatu unsur yang penting dalam pengembangan dan perubahan. Konflik dapat memberikan akibat yang merusak terhadap diri seseorang, terhadap anggota-anggota kelompok lainnya, maupun terhadap masyarakat. Sebaliknya konflik juga dapat membangun kekuatan yang konstruktif dalam hubungan kelompok. Konflik merupakan suatu sifat dan komponen yang penting dari proses kelompok, yang terjadi melalui cara-cara yang digunakan orang untuk berkomunikasi satu dengan yang lain. Konflik mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar dan perang. Dasar konflik berbeda-beda. Dalam hal ini terdapat tiga elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik yaitu :
1.      terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat dalam konflik
2.      unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan.
3.      terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai pada ruang lingkup yang paling besar yaitu masyarakat :
1.      Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan-dorongan yang antagonistik dalam diri seseorang
2.      Pada taraf dalam kelompok, konflik-konflik ditimbulkan dari konflik-konflik yang terjadi di dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota-anggota kelompok dan minat-minat mereka
3.      Pada taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma kelompok lain di dalam masyarakat tempat kelompok yang bersangkutan berada.
Perbedaan dalam tujuan, nilai, dan norma serta minat; disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan simber-sumber sosio ekonomis dalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada di dalam kebudayaan-kebudayaan yang lain.
Para penulis seperti Berstein, Coser, Follett, Simmel, Wilson, dan ryland; memandang konflik sebagai sesuatu yang tidak dapat dicegah timbulnya, yang secara potensial dapat mempunyai kegunaan yang fungsional dan konstrutif; namun sebaliknya, dapat pula tidak bersifat fungsional dan destruktif (Bernstein, 1965). Konflik mempunyai potensi untuk memberikan pengaruh yang positif maupun negatif dalam berbagai taraf interaksi manusia.
   Contoh kasus dalam pertentangan sosial dalam masyarakat ini yaitu misalkan dalam suatu pemukiman penduduk terdapat dua suku pendatang yang berbeda, mereka hidup secara bersama-sama dengan lingkungan tempat tinggal yang sama pula akan tetapi mereka memiliki adat istiadat yang berbeda dalam melaksanakan kehidupannya. Perbedaan yang terjadi tersebut dapat menimbulkan konflik yang besar pada kapan saja apabila dua suku yang berbeda tersebut tidak memiliki rasa toleransi terhadap adat istiadat yang dianut masing-masing suku. Oleh karena itu perlu adanya rasa toleransi antar tiap suku tersebut untuk menghargai adat istiadat dari suku yang lainnya tersebut.

3. Pengertian Integrasi Sosial, Integrasi Nasional
Integrasi Masyarakat dan Nasional Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan, berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi kerja sama, akomodasi, asimilasi dan berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di antara anggota msyarakat secara keseluruhan. Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem yang tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu untuk mewujudkan integrasi bangsa pada bangsa yang majemuk dilakukan dengan mengatasi atau mengurangi prasangka. Perlu dicari beberapa bentuk akomodatif yang dapat mengurangi konflik sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui empat sistem, diantaranya ialah :
1.      Sistem budaya seperti nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
2.      Sistem sosial seperti kolektiva-kolektiva sosial dalam segala bidang
3.      sistem kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan (persepsi), perasaan (cathexis), pola-pola penilaian yang dianggap pola-pola keindonesiaan, dan
4.      Sistem Organik jasmaniah, di mana nasionalime tidak didasarkan atas persamaan ras.
Untuk mengurangi prasangka, keempat sistem itu harus dibina, dikembangkan dan memperkuatnya sehingga perwujudan nasionalisme Indonesia dapat tercapai. Berikut adalah Judul asli tulisan yang bertujuan mencegah disintegrasi nasional, yang ditulis tahun 1998 oleh Bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang pada saat itu  menjabat sebagai Kasospol ABRI
INTEGRASI NASIONAL
Oleh : Susilo Bambang Yudhoyono
Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) nasional agaknya berangkat dari kondisi di tanah air dewasa ini yang dapat digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian. Gelombang reformasi telah menimbulkan berbagai kecederungan dan realitas baru, seperti dihujat dan dibongkarnya format politik Orde Baru, munculnya aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai politik baru, lahirnya tuntutan daerah di luar Jawa agar mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka sendiri, serta terjadinya konflik dan benturan antara etnik dengan segala permasalahannya. Saat negeri ini belum bisa mengatasi krisis nasional yang masih berlangsung, terutama krisis ekonomi, fenomena politik dewasa ini telah benar-benar meningkatkan derajat kekhawatiran atas kukuhnya integrasi nasional kita. 
Membangun dan mempertahankan integrasi nasional adalah agenda yang belum terselesaikan. Untuk melakukannya diperlukan konsistensi, kesungguhan, dan sekaligus kesabaran. Agar upaya pembinaan itu efektif dan berhasil, diperlukan pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat. Framework yang hendak kita bangun dalam upoaya memperkukuh integrasi nasional paling tidak menyangkut lima faktor penting. 
Pertama, membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran, dan kehendak untuk bersatu. Perjalanan panjang bangsa Indonesia untuk menyatukan dirinya, sebutlah mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumaph Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan rangkaian upaya menumpas pemberontakan dan saparatisme, harus terus dilahirkan dalam hati sanubari dan alam pikiran bangsa Indonesia. 
Kedua, menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus. Kompromi dan kesepakatan adalah jiwa musyawarah dan sesungguhnya juga demokrasi. Iklim dan budaya yang demikian itu, bagi Indonesia yang amat majemuk, sangat diperlukan. Tentunya, penghormatan dan pengakuan kepada mayoritas dibutuhkan, tetapi sebaliknya perlindungan terhadap minoritas tidak boleh diabaikan. Yang kita tuju adalah harmoni dan hubungan simetris, dan bukan hegemoni. Karena itu, premis yang mengatakan The minority has its say, the majority has its way harus kita pahami secara arif dan kontekstual. 
Ketiga, membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan pada nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa. Menyuburkan integrasi nasional tidak hanya dilakukan secara struktural tetapi juga kultural. Pranata itu kelak harus mampu membangun mekanisme peleraian konflikk (conflict management) guna mencegah kecenderungan langkah-langkah yang represif untuk menyelesaikan konflik. 
Keempat, merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam segala aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan semua pihak, semua wilayah. Kebijakan otonomi daerah, desentralisasi, keseimbangan pusat daerah, hubungan simetris mayoritas-minoritas, perlindungan kaum minorotas, permberdayaan putra daerah, dan lain-lain pengaturan yang sejenis amat diperlukan. Disisi lain undang-undang dan perangkat regulasi lain yang lebih tegas agar gerakan sparatisme, perlawanan terhadap ideologi negara, dan kejahatan yang berbau SARA tidak berkembang dengan luluasa, harus dapat kita rumuskan dengan jelas. 
Kelima, upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif. Setiap pemimpin di negeri ini, baik formal maupun informal, harus memilikim kepekaan dan kepedulian tinggi serta upaya sungguh-sungguh untuk terus membina dan memantapkan integrasi nasional. Kesalahan yang lazim terjadi, kita sering berbicara tentang kondisi objektif dari kurang kukuhnya integrasi nasional di negeri ini, serta setelah itu bermimpi tentang kondisi yang kita tuju (end state), tetapi kita kurang tertarik untuk membicarakan prose dan kerja keras yang harus kita lakukan. Kepemimpinan yang efektif di semua ini akhirnya merupakan faktor penentu yang bisa menciptakan iklim dan langkah bersama untuk mengukuhkan integrasi nasional. 

4. Contoh Kasus Tentang Integrasi Sosial
JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Sekretaris Fraksi PDI-P, Jacobus Majong Padang, mengaku miris atas terjadinya ketimpangan hukum yang kini sedang dipertontonkan oleh pemerintahan SBY-Boediono. Politisi yang kerap disapa Kobu ini berujar, kaum Marhaen—sebutan kaum proletar—kini seakan makin diproklamasikan tertindas, belum merdeka.
"Yang dipertontonkan jelas sekali, perlakuan hukum yang tidak adil. Contoh konkret nenek Minah di Banyumas, Jawa Tengah. Dia dihukum 1,5 bulan karena mencuri 3 buah kakao di kebun. Meski sudah berusaha meminta maaf, aparat tetap menegakkan hukum. Dalih, menegakkan hukum adil bagi yang melanggar hukum," kata Kobu, Sabtu (21/11).
Menurut Kobu, aparat hukum dalam kasus hukum yang dihadapi Minah berusaha menegakkan hukum seakan demi keadilan. Hal ini seakan kontras dengan apa yang terjadi, baik terhadap dugaan penyuapan yang dilakukan Anggodo Widjojo, maupun kasus skandal aliran dana Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun.
"Terkesan, aparat penegak hukum ingin menutupi adanya pencurian uang negara sebesar Rp 6,7 triliun di Bank Century. Keadilan sangat mahal di negeri ini. Kaum Marhaen memang belum merdeka. Pemerintah jangan pertontonkan ketimpangan hukum," kata Kobu lirih.
Tanggapan dan solusi : Seharusnya pemerintah dapat lebih bijak dalam mengambil suatu keputusan dalam menangani suatu kasus tanpa adanya pandang bulu, dari kasus tersebut sangat terlihat kontras sekali antara si “besar” dan si “kecil”. Miris sekali rasanya apabila keadilan hanya dapat dinikmati oleh si “besar” saja.

5. Contoh Kasus Tentang Integrasi Nasional
Pada suatu kelas, terdapat mayoritas siswanya beragama muslim dan minoritasnya beragama non-muslim. Jika yang beragama mulsim sedang mengikuti pelajaran agamanya, maka yang beragama non-muslim diberikan toleransi untuk tidak mengikuti pelajaran agama tersebut dan begitu juga sebaliknya. Begitu juga dalam konteks kehidupan masyarakat yang pluralistik. Perbedaan-perbedaan yang muncul harus dijadikan sebagai suatu keberagaman yang dilandasi oleh nilai-nilai toleransi. Jadi, dari pemahaman masyarakat tentang bertoleransi itulah yang dapat menimbulkan suatu integrasi dalam masyarakat.
            Berkaca dari beberapa contoh kasus dewasa ini, penyebab yang mengancam integrasi nasional bangsa ini sebenarnya adalah dari kesadaran atas pemahaman dari keberagaman bangsa itu sendiri. Kondisi yang majemuk seperti ini seolah dimaknai sempit oleh beberapa kelompok masyarakat. Hal tersebut terwujud dari tindakan-tindakan yang mengarah kepada gerakan seperatis yang mengancam keutuhan bangsa. Negara Islam Indonesia (NII), Organisasi Papua Merdeka (OPM), Republik Maluku Selatan, serta pengibaran bendera Aceh yang akhir-akhir ini baru saja terjadi, merupakan beberapa wujud tindakan yang mengancam integrasi nasional negara ini. Jika dilihat dari segi sosiologis, konflik-konflik seperti ini muncul karena adanya beberapa faktor yang melandasi. Di antaranya adanya berbagai kepentingan politikdari tiap-tiap gerakan itu sendiri. Selain itu, kecemburuan sosial terhadap perlakuan pemerintah atauinstitusi juga dapat mendasari hal itu. Selanjutnya, adanya solidaritas di dalam kelompok yang lebih kuat daripada solidaritas kebangsaannya, memungkinkan munculnya sikap yang mengarah ke dalam disintegrasitersebut. Itulah sebabnya mengapa integrasi nasional bangsa ini sedang dalam ancaman.
            Dari beberapa contoh kasus di atas, konsep dari suatu bangsa yang majemuk, telah disalahartikan maknanya oleh beberapa kelompok masyarakat. Suatu kesatuan yang seharusnya difasilitasi oleh sikap toleransi, malah diartikan sebagai fasilitas kepentingan dalam solidaritas kelompok-kelompok. Akibatnya, pemaknaan atas keberagaman yang seharusnya disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia yangmultikultur, menjadi pemaknaan atas suatu tindakan penyeragaman bangsa Indonesia. Selain itu, yang juga seharusnya dimaknai bahwa Indonesia negara yang terbagi atas suku bangsa, agama, ras, dan lainnya, menjadi suatu pemaknaan adanya pembagian wilayah Indonesia yang tidak berintegrasi dalam suatu kesatuan. Oleh karena itu, pemikiran yang keliru tersebut ingin menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang seragam dan terpecah belah.
            Dengan contoh munculnya gerakan Negara Islam Indonesia (NII) telah membuktikan bahwa adanya keinginan yang kuat untuk menjadikan negara Indonesia menjadi negara yang islami. Artinya, keinginan kuat itulah yang ingin menjadikan negara ini menjadi negara yang tadinya beranekaragam atau multikultur, menjadi suatu negara yang seragam. Selain itu, gerakan separatis seperti OPM dan RMS juga merupakan dampak dari pemaknaan yang keliru. Jika pemaknaan atas Islam sebagai suatu agama dimaknai dengan mengindonesiakan Islam, maka nilai-nilai agama Islam di dalamnya dapat disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan atas keberagaman yang ada pada bangsa Indonesia, tentu tanpa mencederai makna atas agama Islam itu sendiri. Dengan demikian, nilai-nilai toleransi dalam beragama dapat terbangun sehingga pemaknaan atas hal tersebut yang keliru tersebut dapat dihindari.
            Dalam persoalan ini, integrasi memang memerlukan perhatian penting, khususnya atas pemahaman atau penafsiran atas keberagaman bangsa Indonesia. Jika diibaratkan, kondisi tersebut seperti seorang anak yang sedang diajarkan mengenali anggota keluarganya. Kondisi anak yang sebelumnya belum mengetahui siapa ayah, ibu, ataupun kakak dan adiknya, setelah diajarkan maka anak tersebut mengenali dan mencoba untuk menyapa anggota keluarganya tersebut. Hal itu juga yang diperlukan untuk meluruskan pemaknaan atas keberagaman bangsa. Dimulai dari mengenal siapa dirinya dan bangsanya serta kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.
            Persoalan integrasi memang merupakan suatu hal yang mendasar dan kompleks. Jika dilihat dalam pendekatan struktural fungsional, memang dapat dikatakan bahwa integrasi merupakan suatu sistem yang saling berkesinambungan. Akan tetapi, jika dilihat dalam pendekatan konflik, maka integrasi dapat dimunculkan dari adanya pertentangan-pertentangan, baik di dalam maupun di luar kelompok. Sekarang tinggal bagaimana mencoba untuk meminimalisasi konflik yang ada. Salah satunya adalah proses penyadaran atas makna dari integrasi dalam keberagaman bangsa ini. Dengan demikian, jika hal tersebut dapat tersosialisasi dengan baik, maka bukan tidak mungkin suatu gerakan-gerakan separatis yang mengancam integrasi nasional bangsa ini tidak akan muncul sehingga integrasi nasional menjadi suatu makna abadi yang tersampaikan.


B. Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan
Pada zaman yang serba canggih pada saat ini menuntut individu menjadi harus paham dengan perkembangan teknologi yang terjadi pada saat ini. Teknologi telah merajai dunia dengan segala kemampuannya yang dapat memberikan suatu nilai tambah bagi penggunanya serta menjadi ajang penentu akan strata sosial dalam masyarakat. Teknologi membuat kehidupan yang tentu lebih mudah dibandingkan dengan puluhan tahun sebelumnya. Mirisnya, pada zaman yang serba canggih pada saat ini masih terdapat banyak penduduk miskin yang belum tahu akan pengetahuan teknologi. Kemiskinan membuat mereka buta akan kenyataan teknologi yang terjadi pada saat ini. Akibatnya merekapun semakin terasingkan dari dunia ini karena adanya keterbatasan yang mereka miliki.

1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia. Ilmu menjawab pertanyaan “why” dan “how” sedangkan filsafat menjawab pertanyaan “why, why, dan why” dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia (munkin juga pertanyaan-pertanyaannya terus dilakukan sampai never ending)..n oleh Heidegger, setiap telaahan filosofis terdapat unsur metafisik.
http://cahyamenethil.files.wordpress.com/2011/01/km.jpg?w=535
1.      ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum. (Nazir, 1988)
2.      konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal, yaitu adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi (Shapere, 1974)
3.      pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas sosial (Schulz, 1962)
4.      ilmu tidak hanya merupakan satu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi
Empat pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait. alam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut. Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi. Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Ilmu Pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistimatik, logik dan konsisten. Hasilnya dari ilmu pengetahuan dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan
dan objektif. Ilmu pengetahuan mempunyai spektrum analisis amat luas, mencakup persoalan yang sifatnya supermakro, makro dan mikro. Hal ini jelas terlihat, misalnya pada ilmu-ilmu: fisika, kimia, kedokteran, pertanian, rekayasa, bioteknologi, dan sebagainya.

2. Pengertian Teknologi
Teknologi atau pertukangan memiliki lebih dari satu definisi. Salah satunya adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sebagai aktivitas manusia, teknologi mulai dikenal sebelum sains dan teknik. Teknologi dibuat atas dasar ilmu pengetahuan dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia, namun jika pada kenyataannya teknologi malah mempersulit, layakkah disebut Ilmu Pengetahuan?
Kata teknologi sering menggambarkan penemuan dan alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan saintifik yang baru ditemukan. Meskipun demikian, penemuan yang sangat lama seperti roda juga disebut sebuah teknologi.
Definisi lainnya (digunakan dalam ekonomi) adalah teknologi dilihat dari status pengetahuan kita yang sekarang dalam bagaimana menggabungkan sumber daya untuk memproduksi produk yang diinginkan( dan pengetahuan kita tentang apa yang bisa diproduksi). Oleh karena itu, kita dapat melihat perubahan teknologi pada saat pengetahuan teknik kita meningkat. Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia yaitu bagian dari sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut Djoyohadikusumo (1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan (engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi, yaitu science dan engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sains mengacu pada pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam interaksinya satu terhadap lainnya. Makna Teknologi, menurut Capra (2004, 106) seperti makna ‘sains’, telah mengalami perubahan sepanjang sejarah. Teknologi, berasal dari literatur Yunani, yaitu technologia, yang diperoleh dari asal kata techne, bermakna wacana seni. Ketika istilah itu pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris di abad ketujuh belas, maknanya adalah pembahasan sistematis atas ‘seni terapan’ atau pertukangan, dan berangsur-angsur artinya merujuk pada pertukangan itu sendiri. Pada abad ke-20, maknanya diperluas untuk mencakup tidak hanya alat-alat dan mesin-mesin, tetapi juga metode dan teknik non-material. Yang berarti suatu aplikasi sistematis pada teknik maupun metode. Sekarang sebagian besar definisi teknologi, lanjut Capra (2004, 107) menekankan hubungannya dengan sains. Ahli sosiologi Manuel Castells seperti dikutip Capra (2004, 107) mendefinisikan teknologi sebagai ‘kumpulan alat, aturan dan prosedur yang merupakan penerapan pengetahuan ilmiah terhadap suatu pekerjaan tertentu dalam cara yang memungkinkan pengulangan.

3. Ciri-ciri Fenomena Teknik Dalam Masyarakat
menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagia berikut :
1.      Rasionalistas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional
2.      Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
3.      Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi kegiatan teknis
4.      Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
5.      Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
6.      Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
7.      otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi yang berkembang denan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Luasnya bidang teknik digambarkan sebagai berikut :
1.      Teknik meluputi bidang ekonomi, artinya teknik mampu menghasilkan barang-barang industri. Dengan teknik, mampu mengkonsentrasikan capital sehingga terjadi sentralisasi ekonomi
2.      Teknik meliputi bidang organisasional seperti administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum dan militer
3.      Teknik meliputi bidang manusiawi. Teknik telah menguasai seluruh sector kehidupan manusia, manusia semakin harus beradaptasi dengan dunia teknik dan tidak ada lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik.

4. Ciri-ciri Teknologi Barat
1.      Serba intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dan lain-lain, sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu sendiri.
2.      Dalam struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
3.      Kosmologi atau pandangan teknologi Barat adalah: menganggap dirinya sebagai pusat yang lain.

5. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanyamencakup:
1.      Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangansehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2.      Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
3.      Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politikdan ekonomi di seluruh dunia.

6. Ciri-ciri Manusia yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan
mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Tidak memiliki factor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan.
2.      Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan
3.      sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan ataua modal usahaTingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai taman SD.
4.      Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas
5.      Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.

7. Fungsi Kemiskinan
Pertama : adalah menyediakan tenaga kerja untuk pekerjaan kotor, tidak terhormat, berat, berbahaya, tetapi di bayar murah. Kedua : kemiskinan adalah menambah atau memperpanjang nilai guna barang atau jasa. Baju bekas yang sudah tidak terpakai dapat di jual ( atau dengan bangga di katakan ” di infakan ”)kepada orang-orang miskin. Ketiga : kemiskinan adalah mensubsidi berbagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan orang-orang kaya. Pegawai-pegawai kecil, karena di bayar murah, petani tidak boleh menaikan harga beras mereka untuk mensubsidi orang-orang kota. Kempat : kemiskinan adalah menyediakan lapangan kerja,bagaimana mungkin orang miskin memberikan lapangan kerja ? karena ada orang miskin lahirlah pekerjaan tukang kredit ( barang atau uang ) aktivis-aktivis LSM ( yang menyalurkan dana dari badan-badan internasional lewat para aktivis yang belum mendapatkan pekerjaan kantor ) belakangan kita tahu bahwa tidak ada komunitas yang paling laku di jual oleh negara ketiga di pasaran internasional selain kemiskinan. Kelima : kemiskinan adalah memperteguh status sosial orang-orang kaya, perhatikan jasa orang miskin pada perilaku orang-orang kaya baru. Sopir yang menemaninya memberikan label bos kepadanya.Nyonya-nyonya dapat menunjukan kekuasaannya dengan memerintah PRT mengurus rumah tangganya.

C. Agama dan Masyarakat
               Setiap manusia yang hidup didunia pasti memiliki kepercayaan dan keyakinannya masing-masing. Kepercayaan tersebut dinamakan dengan istilah agama. Pada hakikatnya kehidupan yang dilakukan oleh manusia selalu berhubungan dengan agama. Karena dalam setiap agama telah diatur tata cara kehidupan yang baik supaya para pelakonnya mendapatkan keselamatan di dunia serta di akhirat. Setiap agama menganjurkan kepada setiap pemeluknya untuk selalu melakukan perbuatan baik sesuai dengan yang diperintahkan oleh agamanya masing-masing. Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat beraneka ragam agama yang dimiliki oleh setiap sekelompok manusia. Tentunya semua agama yang dianut tersebut merujuk pada suatu kebaikan kecuali agama yang tidak jelas asal-usulnya atau dapat dikatakan agama yang menyimpang.

1. Fungsi Agama Dalam Masyarakat
               Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya. Masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara. Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, dan stabil. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut:
1)    Fungsi Edukatif
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
2)    Fungsi Penyelamatan
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk tertinggi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan.
3)    Fungsi Pengawasan Sosial
Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat. Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral (yang dianggap baik) dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari sistem hukum negara modern.
4)    Fungsi Memupuk Persaudaraan
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur kesamaan. Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalisme, komunisme, dan sosialisme. Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll. Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
5)    Fungsi Transformatif
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat. Sedangkan  menurut   Thomas   F.,   enam  fungsi agama dan masyarakat yaitu:
 a.   Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
 b.   Sarana hubungan  transendental  melalui  pemujaan dan upacara keagamaan.
 c.    Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
 d.   Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
 e.   Pemberi identitas diri.
 f.    Pendewasaan agama.

2. Dimensi Komitmen Agama
1)      Dimensi Ritual
Dimensi ritual dapat menjelaskan komitmen keagamaan melalui tingkah laku yang diharapkan akan muncul pada diri manusia yang menyatakan keyakinan mereka pada agama yang mereka anut.
2)    Dimensi Keyakinan
Dimensi Keyakinan atau yang biasa disebut doktrin merupakan dimensi yang paling mendasar dari agama karena menjelaskan seberapa besar manusia memegang kepercayaan terhadap agama yang dianut dan menerima hal – hal yang ada di dalam agama mereka.
3)    Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan adalah dimensi yang menjelaskan tentang seberapa jauh seseorang mengenal dan menegtahui hal – hal mengenai agama yang mereka yakini seperti latar belakang ajaran agama tersebut.
4)    Dimensi Perasaan
Dimensi perasaan menjelaskan tentang dunia mental dan emosional seseorang dan keinginan untuk mempercayai suatu agama serta takut bila tak menjadi orang yang beragama.
5)    Dimensi Konsekuensi
Dimensi konsekuensi menjelaskan tentang tingkah laku seseorang, tetapi berbeda dengan dimensi ritual karena tingkah laku yang dimaksud adalah hal – hal yang terjadi di dalam kehidupan sehari – hari dan muncul akibat motivasi dari agama mereka.

3. Sebutkan 3 Tipe Kaitan Agama dengan Masyarakat
1)   Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral atau masyarakat yang terisolasi.
2)   Masyarakat-masyarakat pra-industri yang sedang berkembang yang tak terisolasi.
3)   Masyarakat yang bisa terisolasi dan bisa juga tak terisolasi.

4. Definisi Pelembagaan Agama
               Lembaga agama adalah suatu organisasi yang disahkan oleh pemerintah dan berjalan menurut keyakinan yang dianut oleh masing-masing agama. Penduduk Indonesia pada umumnya telah menjadi penganut formal salah satu dari lima agama resmi yang diakui pemerintah. Pengertian pelembagaan agama itu sendiri ialah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur, dan bentuknya serta fungsi struktur agama.

5. Fungsi Pelembagaan Agama
Lembaga keagamaan yang ada di Indonesia pada umumnya berfungsi sebagai berikut:
1)      Tempat untuk membahas dan menyelesaikan segala masalah yang menyangkut keagamaan.
2)      Memelihara dan meningkatkan kualitas kehidupan beragama umat yang bersangkutan.
3)      Memelihara dan meningkatkan kerukunan hidup antar umat yang bersangkutan.
4)      Mewakili umat dalam berdialog dan mengembangkan sikap saling menghormati serta kerjasama dengan umat beragama lain.
5)      Menyalurkan aspirasi umat kepada pemerintah dan menyebarluaskan kebijakan pemerintah kepada umat.
6)      Wahana silaturrahmi yang dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan.

6. Contoh Kasus Konflik Tentang Agama Yang Ada dalam Masyarakat
               Perbedaan konsepsi di antara agama-agama yang ada adalah sebuah realitas, yang tidak dapat dimungkiri oleh siapa pun. Perbedaan bahkan benturan konsepsi itu terjadi pada hampir semua aspek agama, baik di bidang konsepsi  tentang Tuhan maupun konsepsi pengaturan kehidupan. Hal ini dalam prakteknya, cukup sering memicu konflik fisik antara umat berbeda agama.
               Konflik Maluku, Poso, ditambah sejumlah kasus terpisah di berbagai  tempat di mana kaum Muslim terlibat konflik secara langsung dengan umat Kristen adalah sejumlah contoh konflik yang  banyak dipicu oleh perbedaan konsep di antara kedua agama ini. Perang Salib (1096-1271) antara umat Kristen Eropa dan Islam, pembantaian umat Islam di Granada oleh Ratu Isabella ketika mengusir Dinasti Islam terakhir di Spanyol, adalah konflik antara Islam dan Kristen yang terbesar sepanjang sejarah. Catatan ini, mungkin akan bertambah panjang, jika intervensi Barat (Amerika dan sekutu-sekutunya) di dunia Islam dilampirkan pula di sini. Kasus-kasus ini merupakan contoh dari tidak adanya saling menghargai dan toleransi sesama umat beragama. Seharusnya kasus konflik seperti ini tidak terjadi lagi dalam era modern seperti sekarang. Hal ini hanya akan menimbulkan hambatan-hambatan dalam kehidupan masing-masing masyarakat, dimana seharusnya masyarakat saling membantu untuk memajukan bangsa, bukan saling menghancurkan. Sesungguhnya sikap yang seperti itu hanya akan memperburuk keadaan bangsa.

Sumber :
http://eliana-hubunganagamadanmasyarakat.blogspot.com/2012/05/agama-dan-masyarakat.html
http://obyramadhani.wordpress.com/2009/11/20/agama-dan-masyarakat/
http://vandyaprillyan.blogspot.com/2012/11/agama-dan-masyarakat.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar