Senin, 27 Juni 2016

HSE DI DADAKU


Visi pertamina adalah menjadi perusahaan berkelas dunia, untuk mewujudkan hal tersebut tentunya ada banyak aspek yang harus diperhatikan terutama aspek pengelolaan HSE (Health, Safety and Environment). Pertamina menyadari bahwa bisnis yang dijalankan pertamina ini memiliki resiko yang sangat besar maka dari itu faktor safety merupakan faktor terpenting dalam menjalankan bisnis ini. Seperti yang dikatakan oleh direktur umum pertamina yaitu bapak waluyo “jika kita bisa mengelola safety dengan baik, maka kita juga akan bisa mengelola bisnis dengan baik, sebaliknya jika kita tidak bisa mengelola safety dengan baik, jangan harap sustainability bisnis juga akan terkelola dengan baik”.

Kesadaran dalam keselamatan bekerja harus dilaksanakan bukan karena takut dengan atasan ataupun orang lain melainkan rasa tersebut harus muncul dari dalam diri sendiri, karena setiap orang yang terlibat dalam bisnis pertamina terutama yang bekerja di lapangan semuanya memiliki resiko yang berbahaya untuk itu amat sangat penting untung memunculkan kesadaran dalam diri sendiri akan pentingnya memperhatikan keselamatan dalam bekerja.

Penerapan HSE oleh pertamina bukan karena tanpa alasan, sudah banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi yang tidak diharapkan oleh perusahaan diantaranya yaitu kebakaran di kantor pusat pertamina pada 16 Oktober 2006, kabakaran tanker MT pendopo di balongan pada 29 Januari 2009, kebakaran tangki di depot plumpang pada 19 Januari 2009, kebakaran di filling plant LPG di depot makassar pada 13 Juni 2009 dan terakhir peristiwa peristiwa kecelakaan kerja yang terjadi di kegiatan hulu. Banyaknya kejadian tersebut bukan karena pertamina tidak memperhatikan faktor safety tapi memang karena tingginya resiko dalam kegiatan pertamina, untuk itu pertamina selalu berupaya melakukan perbaikan dari setiap masalah baru yang berkaitan dengan keselamatan agar dikemudian hari kejadian yang serupa tidak terulang kembali.

Bisnis migas yang dijalankan pertamina tentunya sudah harga mati untuk dikaitkan dengan HSE karena tanpa adanya kepedulian terhdapa HSE tentunya bisnis ini tidak dapat berjalan. Seperti yang sering dikatakan oleh Dirut Pertamina, Karen Agustiawan yaitu selalu memberikan prioritas pertama untuk aspek keselamatan, kesehatan kerja & lindungan lingkungan, selain itu juga harus melakukan identifikasi potensi bahaya dan mengurangi resikonya serendah mungkin untuk meminimalisir insiden serta bagaimana menggunakan teknologi terbaik untuk mengurangi dampak dari kegiatan operasi terhadap manusia, aset & lingkungan.

Menurut Joko Susilo dari banyak kasus yang terjadi, akar persoalan paling utama adalah belum terbentuknya safety behavior memadai dan belum lengkapnya atau belum dikatahuinya prosedur. Menurutnya, masalah budaya memang perlu digarisbawahi agar terbentuk budaya safety. Penerapan HSE memang diperlukan keterlibatan dari seluruh lini yang ada perusahaan, tentunya atasan harus memberikan komando kepada jajarannya akan pentingnya HSE yaitu dengan melakukan pelatihan rutin, pelaksanaan, dan pengendalian secara berkelanjutan sehingga proses ini nantinya akan melahirkan budaya safety di internal perusahaan.

Menjaga safety dalam operasi migas, pasti harus melibatkan seluruh pihak yang terlibat, baik pekerja maupun kontraktor dengan karyawan outsourcing yang dibawanya. Bagaimana menjaga safety di kelompok kontraktor beserta pekerjanya, maka pertamina menerapkan Contractor Safety Management System (CSMS). Menurut direktur umum pertamina “CSMS pada prinsipnya adalah kontraktor yang akan mengerjakan pekerjaan harus melewati tahapan pra kualifikasi, dengan kualifikasi aspek finansial dan teknis, serta aspek HSE-nya. Ini menjadi serangkaian langkah strategi kita untuk meningkatkan budaya safety di kalangan kontraktor”, tegasnya. Kontraktor yang akan bekerja sama dengan pertamina tentunya harus lolos semua tahapan yang telah ditentukan pertamina sehingga nantinya kontraktor terpilih adalah benar-benar kontraktor yang mumpuni serta memiliki penerapan HSE yang baik dalam budaya kerjanya. Kontraktor juga harus memiliki 2 sertifikasi yaitu dari pemerintah (sertifkasi badan usaha, SIJK, bidang keahlian, dan sebagainya) itu merupakan sertifikasi teknis kemudian untuk sertifikasi khusus Pertamina memiliki sertifikasi sendiri.

Tentunya, semua program tersebut tetap tidak lepas dari dukungan semua pihak untuk bersama-sama mewujudkan budaya safety yang baik, semua pihak, semua pekerja baik karyawan, kontraktor maupun karyawan kontraktor harus ikut aktif terlibat dalam implementasi HSE secara utuh. Karena keselamatan, kesehatan dan keamanan tetaplah menjadi tanggung jawab per individu.



Sumber : Warta Pertamina Edisi Februari 2011 “HSE Di Dadaku”, http://www.pertamina.com/media/e728a5af-e0d2-4157-9ea3-dbfb166926b5/wpfebruari2011.pdf

Senin, 11 Januari 2016

PERENCANAAN ORGANISASIONAL

     Perencanaan merupakan suatu proses awal dalam menentukan bagaimana organisasi dapat mencapai tujuannya. Hal ini ditujukan pada tindakan yang tepat melalui melalui proses analisa, evaluasi, seleksi diantara kesempatan-kesempatan yang diprediksi terlebih dahulu. Tujuan perencanaan adalah membentuk usaha yang terkoordinasi dalam organisasi. Perencanaan Organisasional mempunyai dua tujuan, yaitu sebagai berikut:
  1. Tujuan Perlindungan (Protective) : meminimisasikan resiko dengan mengurangi ketidakpastian di sekitar kondisi bisnis dan menjelaskan konsekuensi tindakan manajerial yang berhubungan
  2. Tujuan Kesepakatan (Affirmative) : meningkatkan tingkat keberhasilan organisasional


Koontz O’Donnel menyatakan maksud perencanaan adalah :  “untuk melancarkan pencapaian usaha dan tujuan”
       Pengorganisasian adalah suatu proses pembentukan kegunaan yang teratur untuk semua sumber daya dalam sistem manajemen. Penggunaan yang teratur tersebut menekankan pada pencapian tujuan sistem manajemen dan membantu wirausahawan tidak hanya dalam pembuatan tujuan yang nampak tetapi juga didalam menegaskan sumber daya yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Pada hakikatnya, tiap sumber daya organisasional mewakili suatu investasi darimana sistem manajemen harus dapat pengembaliannya. Pengorganisasian yang sesuai dari sumber daya-sumber daya tersebut akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari penggunaanya.

Henry Fayol telah mengembangkan 16 garis pedoman umum yang bisa digunakan ketika mengorganisasi sumber daya-sumber daya, yaitu :
  1. Menyiapkan dan melaksanakan rencana operasional secara bijaksana.
  2. Mengorganisasi faset kemanusiaan dan bahan sehingga konsisten dengan tujuan, sumber   daya, dan kebutuhan dari per soalan tersebut.
  3. Menetapkan wewenang tunggal, kompeten, enerjik, dan menuntun.
  4. Mengkoordinasi semua aktivitas-aktivitas dan usaha-usaha.
  5. Merumuskan keputusan yang jelas, berbeda, dan tepat.
  6. Menyusun seleksi yang efisien sehingga tiap-tiap departemen dipimpin oleh seorang manajer yang kompeten, enerjik, dan tiap-tiap karyawan ditempatkan pada tempat dimana dia bisa menyumbangkan tenaganya secara maksimal.
  7. Mendefinisikan tugas-tugas.
  8. Mendorong inisiatif dan tanggung jawab.
  9. Menberikan balas jasa yang adil dan sesuai bagi jasa yang diberikan.
  10. Memfungsikan sanksi terhadap kesalahan dan kekeliruan.
  11. Mempertahankan disiplin.
  12. Menjamin bahwa kepentingan individu konsisiten dengan kepentingan umum dari organisasi.
  13. Mengakui adanya satu komando.
  14. Mempromosikan koordinasi dahan dan kemusiaan.
  15. Melembagakan dan memberlakukan pengawsan.
  16. Menghindari adanya pengaturan, birokrasi, dan kertas kerja.

         Dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tentu akan lebih mudah apabila pekerjaan yang dilakukan dapat dibagi-bagi kepada beberapa tenaga kerja. Namun, dalam melaksanakan pembagian tenaga kerja terdapat keuntungan dan kerugian yang dapat dialami. Berikut ini merupakan keuntungan dan kerugian dari diterapkannya pembagian tenaga kerja.


Keuntungan dari pembagian tenaga diantaranya yaitu :
  1. Pekerja berspesialisasi dalam tugas tertentu sehingga keterampilan dalam tugas tertentu meningkat
  2. Tenaga kerja tidak kehilangan waktu dari satu tugas ke tugas yang lain
  3. Pekerja memusatkan diri pada satu pekerjaan dan membuat pekerjaan lebih mudah dan efisien
  4. Pekerja hanya perlu mengetahui bagaimana melaksanakan bagian tugas dan bukan proses keseluruhan produk

Kerugian dari adanya pembagian tenaga kerja yaitu :
  1. Pembagian kerja hanya dipusatkan pada efisiensi dan manfaat ekonomi yang mengabaikan variabel manusia
  2. Kerja yang terspesialisasi cenderung menjadi sangat membosankan yang akan berakibat tingkat produksi menurun

Dalam suatu organisasi perusahaan manajer berperan sebagi pemain utama dalam menjalankan sistem dari berlangsungnya kegiatan perusahaan. Dalam melaksanakan tugasnya tentu manajer tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan seorang diri untuk itu manajer perlu disokong oleh sumber daya yang memiliki visi yang sama dengan dirinya agar tujuan dari perusahaan dapat dicapai. Terkadang untuk menyamakan visi antara manajer dengan tim yang ada dibawah naungannya manajer selalu memberi perintah supaya tim yang dikendalikannya tidak berada diluar jalur yang tidak dikehendaki. Menurut Chester Barnard akan makin banyak perintah manajer yang diterima dalam jangka panjang jika :
  1. Saluran formal dari komunikasi digunakan oleh manajer dan dikenal semua anggota organisasi
  2. Tiap anggota organisasi telah menerima saluran komunikasi formal melalui dimana dia menerima   perintah
  3. Lini komunikasi antara manajer bawahan bersifat langsung
  4. Rantai komando yang lengkap
  5. Manajer memiliki keterampilan komunikasi yang memadai
  6. Manajer menggunakan lini komunikasi formal hanya untuk urusan organisasional
  7. Suatu perintah secara otentik memang berasal dari manajer



Sumber :

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/kewirausahaan/bab11-dasar_dasar_pengorganisasian.pdf

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/kewirausahaan/bab11-dasar_dasar_pengorganisasian.pdf

http://home.unpar.ac.id/~lpkm/dasar-dasar%20pengorganisasian.html


http://mari-belajardanberbagi-ilmu.blogspot.co.id/2014/12/perencanaan-organisasional.html


Sabtu, 24 Oktober 2015

JUST IN TIME

   


     JIT merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki implikasi penting dalam manajemen biaya. Ide dasar JIT sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada permintaan (Pull System) atau dengan kata lain hanya memproduksi suatu yang diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta. FIlosofi JIT digunakan pertama kali di Jepang oleh Toyota dan kemudian diadopsi oleh banyak perusahaan manufaktur di Jepang dan Amerika Serikat, seperti Hewlett Packard, IBM, dan Harley Davidson.

     Prinsip Dasar JIT adalah meningkatkan kemampuan perusahaan secara terus menerus untuk merespon perubahan dengan meminimasi pemborosan. Terdapat empat aspek pokok dalam konsep JIT, yaitu:
  1. Menghilangkan semua aktivitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk atau jasa.
  2. Komitmen terhadap kualitas prima.
  3. Mendorong perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan efisiensi.
  4. Memberikan tekanan pada penyederhanaan aktivitas dan peningkatan visibilitas aktivitas yang memberikan nilai tambah
Latar Belakang Timbulnya JIT
     Sistem Pemanufakturan tradisional mengatur skedul produksinya berdasarkan pada permalan kebutuhan di masa yang akan datang. Padahal tidak ada seorang pun yang dapat memprediksi masa yang akan datang dengan pasti walaupun ia memiliki pemahaman yang sempurna tentang masa lalu dan memiliki insting yang tajam terhadap kecenderungan yang terjadi di pasar.

     Produksi berdasarkan prediksi terhadap masa yang akan datang dalam sistem tradisional memiliki risiko kerugian yang lebih besar karena over produksi daripada produksi berdasarkan permintaan sesungguhnya. Oleh karena itu muncullah JIT yang hanya memproduksi apabila ada permintaan. Suatu proses produksi hanya akan memproduksi apabila diisyaratkan oleh proses berikutnya. Sebagai akibatnya pemborosan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih kompetitif. Tujuan utama JIT adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman. Tetapi ada satu hal yang perlu selalu diingat yaitu peningkatan daya saing tidak menjamin perusahaan tetap survive (karena persaingan masih ada didepan mata), tetapi tidak memiliki daya saing menjamin dengan pasti terjadinya bencana.

     Proses produksi yang digambarkan dalam Tabel berikut ini menjelaskan alasan pergeseran filosofi pemanufakturan ke JIT. Dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat empat departemen produksi A, B, C dan D yang harus dilewati dalam proses produksi. Proses produksi dimulai dengan bahan baku pada departemen A dan bergeser sampai departemen D. Ketika produk telah selesai diproses pada departemen D, produk kemudian disimpan dan akhirnya dikirim ke pelanggan.

ELEMEN THROUGHPUT TIME
BAHAN BAKU
DEPARTEMEN PRODUKSI
A
B
C
D
TOTAL
Waktu pemrosesan
-
0,5
0,60
0,70
0,20
2,0
Waktu Inspeksi
0,15
0,20
0,15
0,20
0,30
1,0
Moving time
0,05
0,10
0,10
0,10
0,15
0,5
Waktu tunggu
-
0,05
0,10
0,25
0,20
0,6
Waktu simpan
2,0
0
0
0
3,00
5,0

     Interval waktu dari dimulainya proses produksi sampai produk selesai dan dikirim kepada pelanggan disebut sebagai throughput time. Throughput time ini terdiri dari:
  1. Waktu pemrosesan (processing time), yakni waktu sesungguhnya yang diperlukan untuk mengerjakan suatu produk. Berdasarkan tabel diatas, waktu pemrosesan yang diperlukan dari departemen A sampai departemen D adalah 2 hari.
  2. Waktu inspeksi adalah waktu yang diperlukan untuk menginspeksi produk untuk menjamin bahwa produk telah sesuai dengan standar produksi. Inspeksi dilakukan pada setiap departemen produksi dan sebelum proiduk dikirimkan kepada pelanggan. Waktu inspeksi juga meliputi waktu yang diperlukan untuk mengerjakan kembali produk yang kurang memenuhi spesifikasi dan inspeksi ketika bahan baku diterima.
  3. Moving time adalah waktu yang diperlukan untuk memindahkan produk dari satu departemen ke departemen berikutnya serta waktu yang diperlukan untuk memindahkan produk dari dan ke gudang. Dalam tabel diatas terlihat bahwa moving time  memerlukan waktu 5 hari.
  4. Waktu tunggu, yakni waktu dimana produk berada dala suatu departemen sebelum diproses. Misalnya ketika suatu produk telah selesai diproses di departemen A dan telah diinspeksi, maka produk tersbut dikirim ke departemen B. Tetapi setelah sampai di departemen B, produk tersebut mungkin tidak segera diproses. Dalam contoh pada tabel di atas, waktu tunggu di departemen B selama 1 hari.
  5. Waktu simpan adalah waktu untuk menyimpan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi di gudang sebelum digunakan oleh departemen produksi (untuk bahan baku dan barang dalam proses) dan sebelum dikirim ke pelanggan (untuk barang jadi). Dalam tabel diatas diasumsikan bahwa hanya bahan baku dan barang jadi saja yang disimpan selama 5 hari.
     Melihat kelima elemen diatas, sebenarnya hanya elemen yang pertama saja yang sungguh-sungguh merupakan produksi aktual dari suatu produk. Dari perspektif produksi pemanufakturan, elemen pertama tersebut dipandang sebagai waktu yang memiliki nilai tambah, sedangkan keempat elemen yang lain sebagai waktu yang tidak memiliki nilai tambah karena tidak ada nilai tambah yang diberikan pada produk ketika produk tersebut tidak diproses. Jadi dalam bentuk rumus dapat disajikan sebagai berikut:

Throughput Time       =        Processing             +              Waste Time
                                   (Value Added Time)             (Non Value Added Time)

     Pada rumus diatas non value added time terdiri dari waktu inspeksi (1 hari), moving time (0,5 hari), waktu menunggu (0,6 hari), dan waktu simpan (5 hari). Jumlahnya 7,1 hari. Sedangkan value added time hanya terdiri dari 2 hari. Jadi throughput time-nya selama 9,1 hari. Dari studi yang dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan manufaktur diperoleh hasil bahwa waktu pemrosesan memiliki porsi yang kecil dari throughput time (10%).

     Filosofi JIT mengidentifikasi penyebab non value added time dan mengimplementasikan strategi untuk meminimasi throughput time. Secara ekstrim bila semua non value added time dapat dihilangkan, maka throughput time akan sama dengan waktu pemrosesan. Adapun strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1.     Waktu inspeksi dapat dikurangi dengan meningkatkan kualitas. Penghapusan waktu inspeksi memerlukan adanya komitmen terhadap program total quality atau zero defect. akan tetapi komitmen terhadap total quality saja tidak cukup, perusahaan harus bekerja sama dengan pemasok untuk menjamin bahwa pemasok akan memberikan bahan baku yang sesuai dengan spesifikasi yang dipesan.
2.     Pengurang moving time dapat dilakukan dengan mendesain layout pabrik sedemikian rupa sehingga departemen-departemen berdekatan secara fisik. Selain itu produk juga harus didesain sedemikian rupa sehingga hanya memerlukan lebih sedikit perpindahan dalam proses produksinya.
3.     Waktu tunggu dapat dikurangi dengan melakukan koordinasi yang lebih baik di antara departemen produksi. Secara ekstrim, bila suatu departemen produksi menerima produk dari departemen lain pada waktu yang tepat (JIT), maka departemen tersebut akan dapat dengan segera mengerjakan produk sehingga waktu tunggu menjadi nol. Cara lain untuk mengurangi waktu tunggu adalah desain produk dan peralatan pabrik yang lebih baik untuk mengurangi waktu set up. Waktu set up adalah waktu yang diperlukan untuk memodifikasi peralatan pada perusahaan yang memproduksi beberapa produk dimana setiap departemen produksi memproses setiap produk.
4.     Waktu simpan dapat dikurangi dengan beberapa cara, antara lain bekerja sama dengan pemasok untuk menjamin bahwa bahan baku akan diberikan tepat waktu dan sesuai dengan spesifikasi yang diminta serta melakukan koordinasi yang lebih baik di antara departemen produksi sehingga akan mengurangi waktu penyimpanan barang dalam proses.

Manfaat-manfaat JIT
     JIT bukan hanya sekedar metode pengendalian sediaan, tetapi juga merupakan sistem produksi yang saling berkaitan dengan semua fungsi dan aktivitas. Manfaat JIT antara lain:
1.     Mengurangi biaya tenaga kerja langsung dan tidak langsung sebagai akibat adanya penghapusan kegiatan seperti penyimpanan sediaan.
2.     Mengurangi ruangan atau gudang untuk penyimpanan barang.
3.     Mengurangi waktu setup dan penundaan jadwal produksi.
4.     Mengurangi pemborosan barang rusak dan barang cacat dengan mendeteksi kesalahan pada sumbernya.
5.     Mengurangi lead time karena ukuran lot yang kecil sehingga sel produksi lebih dapat memberikan feedback terhadap masalah kualitas.
6.     Penggunaan mesin dan fasilitas secara lebih baik dengan pemasok.
7.     Layout pabrik yang lebih baik.
8.     Integrasi dan komunikasi yang lebih baik di antara fungsi-fungsi, seperti pemasaran, pembelian dan produksi.
9.     Pengendalian kualitas dalam proses.

     Sedangkan sasaran implementasi JIT pada dasarnya terdiri dari:
1.     Sediaan
2.     Cycle time
3.     Perbaikan yang berkesinambungan
4.     Penghapusan pemborosan

Persyaratan-persyaratan JIT
     Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan JIT, yaitu dibutuhkannya pelatihan keterampilan-ketereampilan baru:rasionalisasi alur produksi  menjadi pull system; pemberdayaan operator agar memanfaatkan karakteristik visibilitas JIT; pencegahan timbulnya kemacetan melalui TPM, studi kemampuan proses, SPC dan perbaikan berkesinambungan;ukuran lot yang kecil dan waktu setup yang singkat; serta hubungan kerja yang dekat dengan pemasok superior.
1.     Organisasi pabrik, Layout pabrik dengan JIT memiliki perbedaan dengan layout pabrik yang terapkan dengan sistem tradisional karena layout pabrik dengan JIT berusaha mengatur layout berdasarkan produk. Semua produk yang diperlukan untuk membuat produk tertentu diletakkan dalam satu lokasi. Serta dalam pelaksanaannya menggunakan kanban, maka tidak ada waktu untuk antri sebelum diproses, sehingga waktu siklus dalam JIT kurang dari setengah dari waktu siklus yang sama dalam sistem tradisional.
2.     Pelatihan/Tim/Ketrampilan, JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak bila dibandigkan dengan sistem tradisional karena karyawan akan menghadapi perubahan yang dilakukan sistem tradisional , bagaimana cara kerja JIT, apa yang diharapkan dari JIT, dan bagaimana akibat JIT. Pelatihan secara mendalam mengenai kanban, perbaikan proses, dan alat-alat statistik seharusnya diberikan.
3.     Membentuk Aliran/ Penyederhanaan, Idealnya suatu lini produksi yang baru dapat disetup sebagai batu ujian untuk membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran tersebut, dan memecahkan masalah awal. Lini produksi harus dapat menyesuaikan dengan pekerjaan. Apakah terdapat ruang cukup tetapi tidak terlalu besar? Dapatkah operator berkomunikasi dengan mudah? Apakah setupnya logis dan sederhana? dapatkah perubahan-perubahan yang dibuat menjadikannya lebih baik?
4.     Kanban Pull System, Bersamaan dengan perancangan sel kerja, skema kanban seharusnya dibuat. Rencana kanban perlu dibuat berdasarkan aplikasi, karena tidak ada sistem kanan yang tunggal, terbaik, dan dapat diaplikasikan secara universal. Kanban merupakan sistem manajemen atau pengendalian perusahaan, karena itu kanban memiliki beberapa aturan yang perlu diperhatikan yaitu jangan mengirim produk rusak ke proses berikutnya, proses berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada saat dibutuhkan, memproduksi hanya sejumlah yang diambil oleh proses berikutnya, meratakan beban produksi, menaati instruksi kanban pada saat fine tuning,melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses.
5.     Visibilitas/ Pengendalian Visual, Dalam JIT mudah diketahui apakah proses produksi berjalan normal atau memiliki masalah. Visual scan yang cepat dapat memperlihatkan adanya kemacetan atau kelebihan kapasitas. JIT mendukung digunakannya papan informasi agar para pekerja mengetahui informasi mengenai status, maslah, kualitas dan lain-lain. Apabila ditemukan masalah maka tim akan mengatasinya (karena informasi terbuka). Apabila masalah tersebut berada diluar kemampuan tim, maka orang lain yang ahli atau berwenang akan mengatasinya dengan cepat. Dengan demikian perbaikan proses dalam JIT mudah dan cepat.
6.     Eleminasi kemacetan (Bottleneck), Dalam pabrik JIT semua proses bisa menjadi sumber kemacetan potensial. Hal ini dikarenakan dalam JIT hanya terdapat sedikit kapasitas lebih dan tidak ada persediaan besi (buffer stock) sebagai cadangan bila mesin atau proses berhenti/mati. Untuk mengatasi hal tersebut , maka semua proses dalam JIT terus menerus diteliti dengan cermat dan seksama. Oleh karena setiap proses harus diperhatikan dengan teliti, maka operator proses memainkan peranan utama dalam pemeliharaan, pemantauan dan penyempurnaan proses.
7.     Ukuran Lot Kecil dan Pengurangan Waktu Setup, Pemanufaktur Jepang (dipelopori oleh Toyota dan Taichi Ohno) menyimpulkan bahwa ukuran lot yang ideal bukan yang terbesar, tetapi ukuran lot yang terkecil. Pendekatan ini sesuai bila mesin-mesin digunakan untuk menghasilkan berbagai bagian atau komponen yang berbeda, yang kemudian digunakan proses berikutnya dalam tahap produksi. Pemanufakturan JIT juga menghasilkan waktu setup yang relatif singkat, bahkan hanya dalam beberapa menit. Manfaat utama dari waktu setup yang singkat dan ukuran lot yang kecil adalah orientasi pelanggan, fleksibilitas pemanufakturan, kualitas yang lebih tinggi, dan biaya yang lebih rendah.
8.     Total Productive Maintenance, TPM merupakan suatu keharusan dalam sistem JIT. Mesin-mesin dibersihkan dan diberi pelumas secara rutin, biasanya dilakukan oleh operator yang menjalankan mesin tersebut. Tugas pemeliharaan preventif yang lebih teknis dikerjakan oleh para pakar pada jangka waktu tertentu. Mesin-mesin diupgrade dan dimodifikasi terus menerus agar dapat mengurangi batas toleransi, mempercepat setup, dan mengurangi penyetelan/penyesuaian.
9.     Kemampaun Proses, Statistical Process Control (SPC), dan Perbaikan berkesinambungan harus ada dalam pemenufakturan JIT, karena beberapa hal. pertama, segala sesuatunya harus bekerja sesuai dengan harapan dan mendekati sempurna. Kedua, dalam JIT tidak ada persediaan besi sebagai cadangan untuk kemacetan atau proses. Alasan ketiga yaitu bahwa semua proses dengan mesin dan orangnya harus beroperasi dalam kondisi prima sepanjang waktu.
10. Pemasok, dalam hal pemasok JIT memiliki prioritas yang berbeda dengan sistem produksi tradisional. Perbedaan yang paling nyata adalah JIT membutuhkan komponen, supplies, dan bahkan bahku dalam jumlah sedikit tetapi dalam frekuensi yang tinggi. Sedangkan sistem produksi tradisional membutuhkan dalam jumlah sangat besar tetapi dalam frekuensi rendah. Oleh karena itu dalam JIT, pemilihan pemasok merupakan hal yang sangat penting. Pemasok harus dapat menyediakan apa yang diperlukan dalam jumlah yang tepat pada saat dibutuhkan. 

Sumber : Tjiptono, Fandy & Anastasia Diana, Total Quality Management. 2001. Yogyakarta: ANDI




















Jumat, 23 Oktober 2015

KEWIRAUSAHAAN




         Perkembangan yang terjadi dari era tradisional menuju era moderen tentunya banyak memberi dampak bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah mengenai kebutuhan hidup manusia yang semakin beraneka ragam dikarenakan perkembangan yang terjadi. Hal ini tentunya merupakan suatu masalah apabila tidak dapat diatasi penyelesaiannya namun akan menjadi suatu penemuan baru yang tentunya dapat memberikan manfaat bagi manusia dan juga dapat memberikan dorongan terhadap perkembangan yang terjadi dalam era moderen. Namun pertanyaannya sekarang ialah siapakah yang akan menjadi pelaksana dalam menyelesaikan permasalahan tersebut ? Hal ini sebenarnya dapat diselesaikan oleh siapa saja yang tentunya dapat menangkap situasi yang terjadi. Bahkan apabila terdapat beberapa individu yang tertarik dalam menyelesaikan permasalahan tersebut tentu hal ini akan menjadi suatu kompetisi baru, dimana yang dapat memberikan hasil yang terbaik lah yang akan menjadi pemenangnya. Para individu ini dapat dikatakan menjadi suatu kelompok individu yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang dinamakan wirausahawan. Wirausahawan sendiri tentunya merupakan pelaku utama dari kewirausahaan.
            Kewirausahaan (entrepreneurship) berasal dari bahasa Perancis yang secara harfiah diterjemahkan sebagai “perantara”. Pada Abad petengahan istilah ini digunakan untuk menjelaskan orang-orang yang menangani proyek produksi berskala besar. Sedangkan kewirausahaan dalam arti yang lebih luas dapat didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi, dan sosial yang menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Keterkaitan antara kewirausahaan dengan wirausahawan sangatlah erat karena tanpa adanya wirausahawan tentunya kewirausahaan tidak dapat terlaksana. Menurut ahli ekonomi, wirausahawan dapat didefinisikan sebagai orang yang merubah nilai sumber daya, tenaga kerja, bahan dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besar daripada sebelumnya dan juga orang yang melakukan perubahan, inovasi dan cara-cara baru. Dalam kewirausahaan terdapat tiga jenis perilaku yaitu :
1.      Memulai inisiatif, perilaku ini merupakan langkah awal dalam proses kewirausahaan yang mana didalamnya terdapat penyusunan ide dan tujuan yang diharapkan.
2.      Mengorganisasi dan mereorganisasi mekanisme sosial atau ekonomi untuk merubah sumber daya dan situasi dengan cara praktis, perilaku ini tentunya berhubungan dari perilaku yang pertama yang mana pada perilaku ini proses kewirausahaan harus dapat menyesuaikan segala sumber daya yang dibutuhkan untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan.
3.      Diterimanya segala resiko atau kegagalan, dalam kewirausahaan tentunya akan ditemukan resiko terhadap kewirausahaan yang telah dilakukan, apabila hasil dari kewirausahaan memiliki penempatan yang sesuai tentunya hal ini dapat dikatakan bahwa kewirausahan berhasil namun apabila sebaliknya maka kegagalan lah yang harus diterima.
Para wirausahawan dunia modern muncul pertama kali di Inggris pada masa Revolusi Industri yaitu pada akhir abad kedelapan belas. Masa tersebut merupakan era produksi dengan menggunakan mesin yang diawali dengan penemuan mesin uap oleh James Watt, mesin pemintal benang oleh Richard Arkwight, penemuan kapal kincir oleh Symigton, penemuan kapal api yang telah menggunakan baling-baling yang dapat menggerakkan kapal oleh Robert Fulton, dan lain-lain. Orang-orang ini sangat penting dalam pembangunan pereknonomian Inggris. Mereka menerapkan penemuan ilmu untuk tujuan produksi dan berusaha mendapatkan peningkatan output industri dalam skala besar melalui penggunaan teknologi baru. Mereka pun tidak mementingkan keuntungan dan kekayaan sebagai tujuan pertama namun suatu keberhasilan memberi mereka arti dan kebanggan pada usaha yang mereka lakukan. Dibalik kesuksesan para wirausahawan moderen tentunya terdapat kunci penting yang mereka terapkan sehingga mereka berhasil yaitu inovasi, dengan adanya suatu inovasi tentunya dapat menciptakan hal-hal baru yang belum pernah ada dan dengan inovasi pula para wirausahawan dapat bertahan melawan terjangnya arus perkembangan yang terjadi yang dapat menggerus mereka secara tidak terduga. Joseph A. Schumpeter menyatakan bahwa tidak ada orang yang menjadi wirausahawan sepanjang waktu, sesorang berperilaku sebagai wirausahawan hanya ketika melakukan suatu inovasi.


Wirausahawan pada umumnya memiliki sifat yang sama. Mereka adalah orang yang mempunyai tenaga, keinginan untuk terlibat dalam petualangan inovatif, kemauan untuk menerima tanggung jawab pribadi dalam mewujudkan suatu peristiwa dengan cara yang mereka pilih, dan keinginan untuk berprestsi yang sangat tinggi. Menurut McClelland, karasteristik wirausahawan adalah sebagai berikut:
1.    Keinginan untuk berprestasi, penggerak psikologi utama yang memotivasi wirausahawan adalah kebutuhan untuk berprestasi, yang biasanya didefinisikan sebagai n Ach. Kebutuhan ini didefinisikan sebagai keinginan atau dorongan dalam diri orang yang memotivasi perilaku kearah pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan merupakan tantangan bagi kompetensi individu.
2.    Keinginan untuk Bertanggung Jawab, Wirausahawan menginginkan tanggung jawab pribadi bagi pencapaian tujuan. Mereka memilih menggunakan sumber daya sendiri dengan cara bekerja sendiri untuk mencapai tujuan dan bertanggung jawab sendiri terhadap hasil yang dicapai. Akan tetapi, mereka akan melakukannya secara kelompok sepanjang mereka bisa secara pribadi mempengaruhi hasil-hasil.
3.    Preferensi kepada Resiko-resiko Menengah, Wirausahawan bukanlah penjudi. Mereka memilih menetapkan tujuan-tujuan yang membutuhkan tingkat kinerja yang tinggi, suatu tingkatan yang mereka percaya akan menuntut usaha keras tetapi yang dipercaya bisa mereka penuhi.
4.    Persepsi pada Kemungkinan Berhasil, Keyakinan pada kemampuan untuk mencapai keberhasilan adalah kualitas kepribadian wirausahawan yang penting. Mereka mempelajari fakta-fakta yang dikumpulkan dan menilainya. Ketika semua fakta tidak sepenuhnya tersedia, mereka berpaling pada sikap percaya diri mereka yang tinggi dan melanjutkan tugas-tugas tersebut.
5.    Rangsangan oleh Umpan Balik, Wirausahawan ingin mengetahui bagaimana hal yang mereka kerjakan, apakah umpan baliknya baik atau buruk. Mereka dirangsang untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan mempelajari seberapa efektif usaha mereka.
6.    Aktivitas Enerjik, Wirausahawan menunjukan energi yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata orang. Mereka bersifat aktif dan mobil dan mempunyai proporsi waktu yang besar dalam mengerjakan tugas dengan cara baru. Mereka sangat menyadari perjalanan waktu. Kesadaran ini merangsang mereka untuk terlibat secara mendalam pada kerja yang mereka lakukan.
7.    Orientasi ke Masa Depan, Wirausahawan melakukan perencanaan dan berpikir ke depan. Mereka mencari dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi jauh dimasa depan.
8.    Keterampilan dalam Pengorganisasian, Wirausahawan menunjukkan ketrampilan dalam organisasi kerja dan orang-orang dalam mencapai tujuan. Mereka sangat obyektif dalam memilih individu-individu untuk tugas tertentu. Mereka akan memilih yang ahli dan bukannya teman agar pekerjaan bisa dilakukan dengan efisien.
9.    Sikap terhadap Uang, Keuntungan finansial adalah nomor dua dibandingkan arti penting dari prestasi kerja mereka. Mereka hanya memandang uang sebagai lambang kongkret dari tercapainya tujuan dan sebagai pembuktian dari kompetensi mereka.
           Peluang usaha baru akan mendatangkan berbagai jenis resiko, jika mereka yang ingin memulai bisnis baru bisa menilai tingkat n ach mereka, dimana mereka akan mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan mereka untuk berhasil atau mereka akan bisa menyimpulkan bahwa mereka hendaknya bekerja bagi orang lain. Walaupun tidak ada cara yang diketahui untuk membuat penilaian tersebut dengan setepat-tepatya, terdapat cara dimana individu-individu bisa menilai kualifikasi untuk memulai dan mengelola bisnis baru agar berhasil. Karakteristik wirausahawan sukses dengan n ach tinggi akan memberikan pedoman bagi analisa diri sendiri.
1.      Kemampuan Inovatif
Inovasi memerlukan pencarian kesempatan baru. Hal tersebut berarti perbaikan barang dan jasa yang ada, menciptakan barang dan jasa baru, atau mengkombinasikan unsur-unsur produksi yang ada dengan cara baru dan lebih baik.
2.      Toleransi terhadap Kemenduaan
Ini berarti kemampuan untuk berhubungan dengan hal yang tidak terstruktur dan tidak bisa diprediksi. Karateristik ini berkaitan erat dengan proses inovatif. Inovasi berasal dari kreatifitas yang ada, yang memerlukan perbaikan kondisi yang ada, bergantung pada kemampuan seseorang, dan secara total terserap dalam proses. Orang-orang yang kreatif mempunyai kemampuan untuk membangun struktur dari situasi yang tidak berbentuk.
3.      Keinginan untuk Berprestasi
Keinginan untuk berprestasi adalah tanda-tanda penting dari dorongan kewirausahawan. Hal ini menandai para pemiliknya sebagai orang yang tidak mengenal menyerah didalam mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan sendiri.
4.      Kemampuan Perencanaan Realistis
Menetapkan tujuan yang menantang dan bisa diterapkan adalah tanda dari perencanaan realistis, tujuan diterapkan sesuai dengan n Arc dari wirausahawan.
5.      Kepemimpinan Terorientasi kepada Tujuan
Wirausahawan membutuhkan aktivitas yang mempunyai tujuan n Arc yang tinggi memotivasi mereka untuk mengarahkan tenaga mereka dan rekan kerja serta bawahan mereka kearah tujuan yang ditetapkan. Semua usaha dalam organisasi dipusatkan untuk mecapai tujuan utama organisasi tersebut.
6.      Obyektivitas
Wirausahawan obyektif didalam mengarahkan pemikiran dan aktivitas kewirausahawannya dengan cara pragmatis. Wirausahawan mengumpulkan fakta-fakta yang ada, mempelajari, dan menentukan arah tindakan dengan cara-cara praktis. Jika tidak ada fakta-fakta yang memadai untuk mendefinisikan situasi sepenuhnya, mereka meneruskan pekerjaan dengan rasa percaya pada kemampuan mereka didalam mengatasi kendala yang tidak bisa diramalkan terlebih dahulu.
7.      Tanggung Jawab Pribadi
Wirausahawan memikul tanggung jawab pribadi, mereka menetapkan tujuan sendiri dan memutuskan bagaimana mencapai tujuan tersebut dengan kemampuan mereka sendiri.
8.      Kemampuan Beradaptasi
Para wirausahawan mampu beradaptasi menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Ketika wirausahawan terhambat oleh kondisi yang berbeda dari apa yang mereka harapkan, mereka tidak menyerah namun menilai situasi secara objektif, merumuskan rencana-rencana baru yang dipercaya akan efektif pada lingkungan baru tersebut, dan mengaktifkannya. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh wirausahawan.
9.      Kemampuan sebagai Pengorganisasian dan Administrator
Wirausahawan memiliki kemampuan mengorganisasi dan administrasi didalam mengidentifikasi dan mengelompokkan orang-orang berbakat untuk mencapai tujuan. Mereka menghargai kompetensi dan akan memilih para spesialis untuk mengerjakan tugas dengan efisien. Mereka cenderung tidak bekerja baik dalam hal-hal rutin dan akan melakukan pekerjaan dengan baik jika meninggalkan rutinitas kepada orang lain. Kekuatan mereka sebagai administrator terletak pada kemampuan mereka melihat kedepan dan mengantisipasi kemungkinan masa depan.
          McClelland juga mengemukakan tiga kebutuhan dasar yang mempengaruhi pencapaian tujuan ekonomi. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan untuk berprestasi, n Ach; kebutuhan berafiliasi, n Afill; dan kebutuhan untuk berkuasa, n Pow. Contoh dari kebutuhan untuk berprestasi yaitu seorang wirausahawan yang baik tentunya tidak ingin usahanya hanya berorientasi untuk keuntungan semata tetapi juga harus berorientasi pada nilai manfaat yang dapat diberikan oleh usahanya. Baik dalam barang atau jasa yang dihasilkan maupun pemanfaatan sumber daya yang digunakan dalam menyokong usahanya. Pada zaman saat ini banyak sekali penghargaan untuk wirausaha yang berprestasi baik yang diberikan oleh pemerintah maupun dari perusahaan swasta, hal ini berguna untuk memacu semangat wirausahawan lainnya. Kebutuhan berafiliasi adalah kebutuhan untuk membentuk hubungan yang hangat dan bersahabat dengan orang lain yaitu keinginan untuk diterima dan disukai contohnya adalah dalam menjalankan proses kewirausahaan tentunya wirausahawan akan banyak berhubungan dengan orang lain baik kepada rekan bisnis ataupun terhadap sumber daya manusia yang dikelolanya untuk itu diperlukan penyesuain diri supaya wirausahawan dapat diterima dengan baik. Kebutuhan untuk berkuasa menguraikan keinginan untuk mengendalikan cara-cara mempengaruhi orang lain, keinginan untuk mendominasi, untuk meyakinkan orang lain tentang kebenaran dari superioritas orang lain tentunya dibutuhkan oleh wirausahawan karena dengan hal tersebut wirausahawan bisa lebih leluasa dalam mewujudkan segala keinginannya dalam berwirausaha apabila memiliki kekuasaan penuh terhadap usahanya, contohnya adalah menjadi CEO dalam perusahaannya.


       Wirausahawan tentunya harus selalu memiliki gagasan dalam mendapatkan peluang usaha baru tujuannya adalah untuk dapat mempertahankan eksistensinya sebagai seorang wirausahawan. Wirausahawan adalah orang yang mencari dan melihat peluang yang tersembunyi dengan gagasan baru, kemudian bekerja keras merubah peluang menjadi kenyataan. Para wirausahawan mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan senantiasa menyimpan informasi yang menarik minat dalam ingatan mereka. Terdapat dua jenis kesadaran yang memaksa penelusuran peluang venture baru, yaitu kesadaran yang tercermin dalam orientasi eksternal dan yang tercermin dalam orientasi internal. Keingintahuan dan minat pada apa yang terjadi didunia merangsang orientasi eksternal. Para wirausahawan menelusuri banyak sumber gagasan. Sumber gagasan baru tersebut adalah:
1.      Konsumen
Wirausahawan harus selalu memperhatikan apa yang menjadi keinginan konsumen atau memberi kesempatan kepada konsumen untuk mengungkapkan keinginan mereka.
2.      Perusahaan yang Sudah Ada
Wirausahawan harus selalumemperhatikan dan mengevaluasi produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan yang sudah ada dan kemudian mencari cara untuk memperbaiki penawaran yang sudah ada sehingga dapat membentuk peluang baru.
3.      Saluran Distribusi
Merupakan sumber gagasan baru yang sangat baik karena kedekatan mereka dengan kebutuhan pasar.
4.      Pemerintah
Merupakan sumber pengembangan gagasan baru dengan dua cara yaitu melalui dokumen hak-hak paten yang memungkinkan pengembangan suatu produk yang baru, dan melalu peraturan pemerintah terhadap dunia usaha yang memungkinkan muncuknya suatu gagasan tentang usaha baru.
5.      Penelitian dan Pengembangan.
Merupakan suatu kegiatan yang sering menemukan atau menghasilkan suatu gagasan produk baru atau perbaikan terhadap produk yang sudah ada.
           Suatu usaha yang dijalankan tentunya harus memerhatikan berbagai aspek supaya  usaha yang dijalankan dapat membuahkan hasil yang maksimal, untuk itu diperlukan suatu analisa untuk mewujudkan hal tersebut yaitu dengan analisa pulang pokok. Analisa pulang pokok umumnya terdiri atas refleksi, pembahasan, pertimbangan, dan pembuatan keputusan relatif terhadap tujuh unsur pokok. Masing-masing unsur dan definisinya adalah sebagai berikut:
1.      Biaya tetap adalah pengeluaran yang dikeluarkan tanpa melihat jumlah produk yang dihasilkan. Contohnya adalah pajak tanah dan pemeliharaan bangunan.
2.      Biaya variabel adalah pengeluaran yang berfluktuasi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Contohnya adalah biaya untuk pembungkusan produk.
3.      Biaya total adalah jumlah total biaya tetap dan biaya variabel yang berkaitan dengan produksi.
4.      Pendapatan total adalah semua nilai rupiah penjualan yang terakumulasi dari penjualan produk.
5.      Keuntungan adalah jumlah pendapatan total yang melebihi biaya total dari produksi barang yang dijual.
6.      Kerugian adalah jumlah biaya total produksi barang yang melebihi pendapatan total yang diperoleh dari perjualan barang tersebut.
7.      Titik pulang pokok adalah pendapatan total sama dengan biaya totalnya, artinya perusahaan hanya memperoleh pendapatan yang hanya cukup untuk menutupi biaya-biayanya, dimana perusahaan tidak untung tidak rugi.


Wirausahawan harus terampil dalam strategi dan perencanaan, agar bisnis bisa langgeng. Wirausahawan harus juga menguasai semua peraturan dan ketentuan dalam dunia usah. Sebelum menejalankan usaha, wirausahawan haruslah memiliki bentuk hukum yang paling sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan bisnisnya. Rencana wirausahawan haruslah mempertimbangkan berbagai ketentuan hukum yang berbeda satu sama lain, yang mengatur jalannya bisnis. Untuk memilih bentuk hukum dari bisnis, pertama-tama haruslah mengetahui alternatif yang ada. Terdapat tiga bentuk dasar dari organisasi perusahaan , yaitu kepemilikan tunggal, kongsi, dan perseroan. Masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian sendiri. Jenis organisasi bisnis yang dipilih wirausahawan akan menentukan pola hubungan wirausahawan berbagai badan pemerintah.
1.      Pemilikan Tunggal
Pemilikan tunggal atau firma merupakan bentuk organisasi bisnis kecil yang paling umum. Perusahaan dimiliki dan dijalankan oleh satu orang. Menjadi seorang pemilik tunggal, wirausahawan hanya memerlukan ijin dan mendaftar untuk nisa memulai uasaha. Keuntungan-keuntungan dari pemilikan tunggal anatara lain adalah sebagai berikut:
a.        Organisasi informal sudah cukup, dan kewajiban-kewajiban hukum yang harus dipenuhi hanya sedikit, dan biasanya tidak semahal seperti membentuk sebuah kongsi atau PT.
b.        Pemilik tidak perlu membagi laba dengan siapapun.
c.         Tidak perlu berkonsultasi dengan sesama pemilik atau rekanan sehingga seorang pemilik tunggal mempunyai kekuasaan membuat keputusan dan pengendalian sepenuhnya.
d.        Pemilik dapat menanggapi kebutuhan-kebutuhan bisnis dengan cepat dalam bentuk keputusan manajemen sehari-hari.
e.        Pemilik tunggal biasanya bebas dari pengawasan pemerintah dan perpajakan khusus.
Kerugian-kerugian yang diakibatkan dari pemilikan tunggal adalah sebagai berikut:
a.        Pemilik tunggal memiliki kewajiban tidak terbatas dan bertanggung jawab atas seluruh hutang perusahaan.
b.        Modal yang tersedia jauh lebih kecil dibandingkan organisasi bisnis lainnya.
c.         Sukar mendapatkan biaya jangka panjang.
2.      Kongsi
Kongsi dapat dirumuskan sebagai sebuah asosiasi dari dua orang atau lebih yang bertindak sebagai pemilik bersama dari sebuah bisnis. Ayat-ayat perjanjian dari kongsi biasanya dirumuskan untuk menentukan sumbangan masing-masing rekanan kepada bisnis dan peran dari setiap partner didalamnya. Beberapa ciri dari kongsi yang membedakan dari bentuk organisasi lain adalah umur yang terbatas dari kongsi, kewajiban tak terbatas dari salah seorang rekanan, pemilikan bersama dari harta, kut serta dalam manajemen dan pembagian laba dalam kongsi. Keuntungan-keuntungan dari bentuk kongsi antara lain adalah sebagai berikut:
a.        Formalitas hukum dan pengeluaran-pengeluaran lebih sedikit dibandingkan dengan persyaratan-persyaratan dalam pendirian sebuah perseroan.
b.        Para rekanan lebih bermotivasi untuk menerapkan kemampuan mereka sebaik-baiknya karena mereka ikut mendapatkan laba.
c.         Para kongsi sering kali lebih mudah mendapatkan modal yang lebih besar dan mempunyai keterampilan yang lebih luas dibandingkan sebuah kepemilikan tunggal.
d.        Pengambilan keputusan dalam sebuah kongsi lebih luwes dari pada dalam sebuah perseroan.
Kerugian-kerugian yang diakibatkan dari sebuah kongsi adalah sebagai berikut:
a.       Terdapat kewajiban tak terbatas, paling sedikit bagi seorang rekanan.
b.       Kongsi akan berakhir kapan saja seorang rekanan meninggal atau menginginkan pembubaran kongsi.
c.        Kongsi relatoh lebih sukar untuk memperoleh modal dalam jumlah besar, terutama untuk pembiayaan jangka panjang dibandingkan dengan perseroan.
d.       Rekanan merupakan agen bisnis dan tindakan mereka mengikat rekanan-rekanan lain maupun bisnis itu.
e.       Kepentingan pribadi seorang rekanan sukar dihapuskan.
3.      Perseroan
Perseroan dapat dirumuskan sebagai suatu diri buatan, tidak terlihat, tidak terwujud, dan hanya ada menurut hukum. Dengan kata lain, perseroan merupakan sebuah badan hukum dan mempunyai identitas yang terpisah dari para pemiliknya. Sebuah perseroan biasanya terbentuk dengan kekuasaan dari sebuah badan pemerintah dan harus menurut hukum dagang serta peraturan peraturan pemerintah pusat ataupun daerah yang berbeda-beda. Prosedur yang biasanya harus diikuti dalam mendirikan sebuah perseroan terbatas adalah pertama-tama bahwa harus ditentukan jumlah saham dan pembagian-pembagiannya serta harus dibentuk sebuah organisasi sementara, selanjutnya harus diperoleh persetujuan dari pemerintah. Persetujuan dari pemerintah ini harus dalam bentuk suatu akte pendirian untuk perseroan itu yang menyatakan kekuasaan dan keterbatasan dari suatu perusahaan tersebut. Keuntungan-keuntungan dari sebuah perseroan antara lain sebagai berikut:
a.      Kewajiban pemilik saham terbatas pada jumlah saham, biasanya sesuai dengan jumlah investasi si pemegang saham.
b.      Pemilikan dengan mudah dapat dipindahkan dari satu orang ke orang lain.
c.       Perseroan mempunyai ekstensi hukum yang terpisah.
d.      Eksistensi perseroan relatif lebih stabil dan lebih permanen.
e.      Pemilik mendelegasikan kekuasaan kepada manajer profesional yang merupakan spesialis.
f.        Perseroan sanggup menggaji spesialis
Kerugian-kerugian yang diakibatkan dari sebuah perseroan adalah sebagai berikut:
a.       Kegiatan-kegiatannya dibatasi oleh akta pendirian dan berbagai hukum atau perundang-undangan.
b.       Banyak peraturan pemerintah yang harus diperhatikandan perseroan harus membayar banyak dari labanya kepada instansi-instansi pemerintah.
c.        Memakan lebih banyak biaya dari pada membentuk sebuah kongsi.
d.       Terdapat pajak-pajak yang lebih besar karena adanya berbagai instansi pemerintah.
Untuk menyediakan sumber daya manusia yang tepat pada organisasi kewirausahawan ketika berbagai posisi menjadi terbuka atau lowong, manajer hendaknya mengikuti empat langkah yang berurutan berikut ini:
1.      Pengrkrutan
2.      Seleksi
3.      Pelatihan
4.      Penilaian hasil kerja
Langkah pokok kedua yang terlibat dalam penyedian sumber daya manusia yang tepat bagi organisasi kewirausahawan adalah seleksi. Seleksi adalah pemilihan individu untuk disewa dari semua individu-individu yang telah direkrut. Dengan ini, seleksi bergantung pada dan menyertai penarikan  tenaga kerja. Proses seleksi biasanya diwakili oleh serangkaian tahap melalui mana calon tenaga kerja harus melewatinya untuk bisa disewa. Tiap tahap yang berurutan mengurangi kelompok total dari calon tenaga kerja samapi akhirnya satu individu bisa disewa. Berikut ini adalah tahap-tahap dari proses seleksi:
1.        Penyaringan pendahuluan dari rekaman, berkas data, dan lain-lain
2.        Wawancara pendahuluan
3.        Tes kecerdasan
4.        Tes bakat
5.        Tes kepribadian
6.        Rujukan prestasi
7.        Wawancara dianostik
8.        Pemeriksaan kesehatan
9.        Penilaian pribadi

Sumber : Wiratmo, Masykur. 1994. Kewirausahaan. Jakarta: Universitas Gunadarma.