Senin, 28 April 2014

HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)


A.     Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Suatu hasil karya yang tercipta dari kemampuan intelektual manusia disebut dengan Hak atas Kekayaan Intelektual. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) memiliki nama lain Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur pada undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization). IPR memiliki pemahaman hak atas kekayaan yang dihasilkan oleh suatu kemampuan intelektual manusia juga mempunyai hubungan yang erat dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (HAM). HaKI juga dapat diartikan sebagai hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang ataupun sekelompok orang untuk menggunakan serta menikmati manfaat dari kekayaan intelektualnya.
Nama HaKI dahulu bernama hak milik intelektual. Istilah Hak Milik Intelektual belum mampu mendeskripsikan secara keseluruhan mengenai unsur-unsur pokok yang terdapat dalam Intelectual Property Right yang diartikan menjadi hak kekayaan dan kemampuan intelektual. Meskipun demikian istilah Hak Milik Intelektual (HMI) ini masih juga digunakan sesuai dengan yang tertera pada konsepsi Hak Milik Kebendaan yang tercantum pada KUH Perdata Pasal 499, 501, 502, 503, 504.

B.     Sejarah HAKI
Asal-muasal HaKI sendiri itu bermula pada dibuatnya undang-undang mengenai HaKI di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Undang-undang tersebut merupakan undang-undang yang pertama kali dibuat mengenai HaKI. Penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut yaitu Caxton, Galileo dan Guttenberg dan mereka semua mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Pada tahun 1500-an tepatnya pada jama TUDOR hukum-hukum tentang paten tersebut diadopsi oleh kerajaan Inggris dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama the United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). Pada tahun 2001 World Intellectual Property Organization (WIPO) menetapkan Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia jatuh pada tanggal 26 April
HaKI Di Indonesia mulai populer memasuki tahun 2000 sampai dengan sekarang. Kepopuleran yang sudah mencapai puncaknya sudah barang tentu grafiknya akan turun akan tetapi ketika mau turun, muncullah hukum siber (cyber), yang ternyata perkembangan dari HaKI itu sendiri. Dalam perkembangannya HaKI akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. Peraturan perundangan HaKI di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda dengan diundangkannya Octrooi Wet No. 136 Staatsblad 1911 No. 313, Industrieel Eigendom Kolonien 1912 dan Auterswet 1912 Staatsblad 1912 No. 600. Pada tahun 1961, Pemerintah RI mengesahkan Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek. Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah juga mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Di bidang paten, Pemerintah mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten yang mulai efektif berlaku tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek dengan Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.

C.     Macam-macam Hak Atas Kekayaan Intelektual
Berdasarkan macamnya, HaKI ini terbagi atas dua macam kelompok yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri.
1)        Hak Cipta
v  Pengertian Hak Cipta
Hak cipta (lambang internasional: ©)
1.      Pengertian hak cipta menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002:
Hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
2.      Pengertian hak cipta menurut Pasal 2 UUHC:
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2)        Hak Kekayaan Industri
Dalam pelaksanaannya Hak kekayaan industri terbagi lagi menjadi beberapa bagian, diantaranya yaitu:
a.       Paten (patent)
Paten merupakan hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan pesetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
b.      Merk (Trademark)
Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersbut yang memiliki daya pembeda dan dipergunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
c.       Rancangan (Industrial Design)
Rancangan dapat berupa rancangan produk industri dan rancangan industri. Rancangan industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi, garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi yang mengandung nilai estetika dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang atau komoditi industri dan kerajinan tangan.
d.      Informasi Rahasia (Trade Secret)
Informasi rahasia adalah informasi di bidang teknologi atau bisnis yang tidak diketahui oleh umum, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiannya oleh pemiliknya.
e.       Indikasi Geografi (Geographical Indications)
Indikasi geografi adalah tanda yang menunjukkn asal suatu barang yang karena faktor geografis (faktor alm atau faktor manusia dan kombinasi dari keduanya telah memberikan ciri dri kualitas tertentu dari barang yang dihasilkan).
f.       Denah Rangkaian (Circuit Layout)
Denah rangkaian yaitu peta (plan) yang memperlihatkan letak dan interkoneksi dari rangkaian komponen terpadu (integrated circuit), unsur yang berkemampun mengolah masukan arus listrik menjadi khas dalam arti arus, tegangan, frekuensi, serta prmeter fisik linnya.
g.      Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)
Perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia tanaman dan atau pemegang PVT atas varietas tanaman yang dihasilkannya untuk selama kurun waktu tertentu menggunakan sendiri varietas tersebut atau memberikan persetujun kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya.

D.     Konsep HAKI
Konsep HAKI memiliki beberapa pemahaman dalam pelaksanannya. Berikut ini merupakan konsep dari HaKI:
v  Haki kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (UU & wewenang menurut hukum).
v  Kekayaan hal-hal yang bersifat ciri yang menjadi milik orang.
v  Kekayaan intelektual kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia (karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra) – dihasilkan atas kemampuan intelektual pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh "produk" baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis2.

E.     Dasar Dari HAKI Karya Intelektual
HaKI karya intelektual yang ada tentu memiliki suatu acuan dasar yaitu seperti berikut ini:
v  Hasil suatu pemikiran dan kecerdasan manusia, yang dapat berbentuk penemuan, desain, seni, karya tulis atau penerapan praktis suatu ide.
v  Dapat mengandung nilai ekonomis, dan oleh karena itu dianggap suatu aset komersial.

F.      Bentuk (Karya) Kekayaan Intelektual
Hal yang tercakup dalam bentuk (karya) kekayaan intelektual terdiri atas beberapa macam, yaitu:
v  Penemuan
v  Desain Produk
v  Literatur, Seni, Pengetahuan, Software
v  Nama dan Merek Usaha
v  Know-How & Informasi Rahasia
v  Desain Tata Letak IC
v  Varietas Baru Tanaman

G.    Tujuan Penerapan HAKI
HaKI dilaksanakan guna mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Berikut ini merupakan tujuan penerapan HAKI:
1.      Antisipasi kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain
2.      Meningkatkan daya kompetisi dan  pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual
3.      Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.
H.    Pengaturan HAKI di Indonesia
Di tingkat nasional, pengaturan HAKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap dan memadai. Lengkap, karena menjangkau ke-tujuh jenis HAKI. Memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang “dipatok” di Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.
Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HAKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HAKI, dengan mengundangkan:
1)      Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
2)      Undang-undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
3)      Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang tersebut di atas, undang-undang HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI antara lain:
1)      Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2)      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3)      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4)      Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5)      Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6)      Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7)      Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:
1)      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
2)      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR)

I.        Lingkup Perlindungan HAKI
Lingkup perlindungan HAKI tentu memiliki batas dalam hal yang dapat dilindunginya, antara lain:
v  Hak Cipta (Copyright)
World Intellectual Property Organization (WIPO) pada tahun 2001 telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia:
v  Hak Milik Industri (Industrial Property)
v  Paten
v  Paten Sederhana
v  Merek & Indikasi Geografis
v  Desain Industri
v  Rahasia Dagang
v  Desain Tata Letak Sirkit Terpadu
v  Perlindungan Varietas Tanaman Hak Cipta (copyright)
v  Melindungi sebuah karya
v  Hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut Peraturan Perundangundangan yang berlaku.
v  Orang lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta.
Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut:
a.       hak-hak untuk membuat salinan dari ciptaannya tersebut,
b.      hak untuk membuat produk derivative
c.       hak-hak untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain.
v  Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat.
v  Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu.

J.       Ketentuan Pidana mengenai HAKI
Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI) di bidang hak cipta memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana penjara dan/atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
a.       Pasal 72 ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
b.      Pasal 72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
c.       Pasal 72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
d.      Pasal 72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
e.       Pasal 72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
f.       Pasal 72 ayat (6) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
g.      Pasal 72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
h.      Pasal 72 ayat (8) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
i.        Pasal 72 ayat (9) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
j.        Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.
k.      Pasal 73 ayat (2) : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar