A. Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI)
Suatu
hasil karya yang tercipta dari kemampuan intelektual manusia disebut dengan Hak
atas Kekayaan Intelektual. Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HaKI)
memiliki nama lain Intellectual
Property Right (IPR), sebagaimana diatur
pada undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan WTO (Agreement
Establishing The World Trade Organization). IPR memiliki pemahaman hak atas kekayaan yang dihasilkan
oleh suatu kemampuan intelektual manusia juga mempunyai hubungan yang erat
dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (HAM).
HaKI
juga dapat diartikan sebagai hak eksklusif yang diberikan
negara kepada seseorang ataupun sekelompok orang untuk menggunakan serta
menikmati manfaat dari kekayaan intelektualnya.
Nama HaKI dahulu bernama hak
milik intelektual. Istilah Hak Milik Intelektual belum mampu mendeskripsikan secara
keseluruhan mengenai unsur-unsur pokok yang terdapat dalam Intelectual Property Right yang diartikan menjadi hak kekayaan dan
kemampuan intelektual. Meskipun demikian istilah Hak Milik Intelektual (HMI)
ini masih juga digunakan sesuai dengan yang tertera pada konsepsi
Hak Milik Kebendaan yang tercantum pada KUH Perdata Pasal 499, 501, 502, 503,
504.
B.
Sejarah HAKI
Asal-muasal HaKI sendiri itu bermula pada
dibuatnya undang-undang mengenai HaKI di Venice, Italia
yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Undang-undang tersebut merupakan undang-undang yang pertama kali dibuat
mengenai HaKI. Penemu-penemu yang
muncul dalam kurun waktu tersebut yaitu Caxton, Galileo
dan Guttenberg dan mereka semua mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Pada tahun 1500-an tepatnya pada jama TUDOR hukum-hukum tentang paten tersebut diadopsi oleh kerajaan Inggris dan
kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of
Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun
1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883
dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Tujuan dari
konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru,
tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak.
Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama the United
International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian
dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). Pada tahun 2001 World
Intellectual Property Organization (WIPO) menetapkan Hari Hak Kekayaan
Intelektual Sedunia jatuh pada
tanggal 26 April
HaKI Di Indonesia mulai populer
memasuki tahun 2000 sampai dengan sekarang. Kepopuleran yang sudah mencapai puncaknya sudah barang tentu grafiknya akan
turun akan tetapi ketika mau turun, muncullah hukum
siber (cyber), yang ternyata perkembangan dari HaKI itu sendiri. Dalam perkembangannya HaKI
akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. Peraturan perundangan
HaKI di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda dengan diundangkannya
Octrooi Wet No. 136 Staatsblad 1911 No. 313, Industrieel Eigendom Kolonien 1912
dan Auterswet 1912 Staatsblad 1912 No. 600. Pada tahun 1961,
Pemerintah RI mengesahkan Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek.
Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah juga mengundangkan Undang-undang No. 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Di bidang paten, Pemerintah mengundangkan
Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten yang mulai efektif berlaku tahun
1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti Undang-undang No. 21 Tahun 1961
tentang Merek dengan Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.
C. Macam-macam
Hak Atas Kekayaan Intelektual
Berdasarkan
macamnya, HaKI ini terbagi atas dua macam kelompok yaitu hak cipta dan hak
kekayaan industri.
1)
Hak Cipta
v Pengertian
Hak Cipta
Hak cipta (lambang
internasional: ©)
1. Pengertian
hak cipta menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002:
Hak
cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan
izin dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
2. Pengertian
hak cipta menurut Pasal 2 UUHC:
Hak
cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi
ijin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2)
Hak Kekayaan Industri
Dalam
pelaksanaannya Hak kekayaan industri terbagi lagi menjadi beberapa bagian, diantaranya yaitu:
a. Paten
(patent)
Paten merupakan
hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang
teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya
tersebut atau memberikan pesetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
b. Merk
(Trademark)
Merk adalah
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna
atau kombinasi dari unsur-unsur tersbut yang memiliki daya pembeda dan
dipergunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
c. Rancangan
(Industrial Design)
Rancangan dapat
berupa rancangan produk industri dan
rancangan industri. Rancangan industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi, atau komposisi, garis atau warna, atau garis dan warna, atau
gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi yang mengandung nilai estetika
dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang atau komoditi industri dan
kerajinan tangan.
d. Informasi
Rahasia (Trade Secret)
Informasi
rahasia adalah informasi di bidang teknologi atau bisnis yang tidak diketahui
oleh umum, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan
dijaga kerahasiannya oleh pemiliknya.
e. Indikasi
Geografi (Geographical Indications)
Indikasi geografi
adalah tanda yang menunjukkn asal suatu barang yang karena faktor geografis
(faktor alm atau faktor manusia dan kombinasi dari keduanya telah memberikan
ciri dri kualitas tertentu dari barang yang dihasilkan).
f. Denah
Rangkaian (Circuit Layout)
Denah rangkaian
yaitu peta (plan) yang memperlihatkan letak dan interkoneksi dari rangkaian
komponen terpadu (integrated circuit), unsur yang berkemampun mengolah masukan
arus listrik menjadi khas dalam arti arus, tegangan, frekuensi, serta prmeter
fisik linnya.
g. Perlindungan
Varietas Tanaman (PVT)
Perlindungan
varietas tanaman
adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia tanaman dan atau
pemegang PVT atas varietas tanaman yang dihasilkannya untuk selama kurun waktu
tertentu menggunakan sendiri varietas tersebut atau memberikan persetujun
kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya.
D. Konsep
HAKI
Konsep
HAKI memiliki beberapa pemahaman dalam pelaksanannya. Berikut
ini merupakan konsep dari HaKI:
v Haki
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (UU & wewenang menurut hukum).
v Kekayaan
hal-hal yang bersifat ciri yang menjadi milik orang.
v Kekayaan
intelektual kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia (karya di
bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra) – dihasilkan atas kemampuan
intelektual pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga,
waktu dan biaya untuk memperoleh "produk" baru dengan landasan
kegiatan penelitian atau yang sejenis2.
E. Dasar
Dari HAKI Karya Intelektual
HaKI
karya intelektual yang ada tentu memiliki suatu acuan dasar yaitu seperti berikut
ini:
v Hasil
suatu pemikiran dan kecerdasan manusia, yang dapat berbentuk penemuan, desain,
seni, karya tulis atau penerapan praktis suatu ide.
v Dapat
mengandung nilai ekonomis, dan oleh karena itu dianggap suatu aset komersial.
F. Bentuk
(Karya) Kekayaan Intelektual
Hal
yang tercakup dalam bentuk (karya) kekayaan intelektual terdiri atas beberapa
macam, yaitu:
v Penemuan
v Desain
Produk
v Literatur,
Seni, Pengetahuan, Software
v Nama
dan Merek Usaha
v Know-How
& Informasi Rahasia
v Desain
Tata Letak IC
v Varietas
Baru Tanaman
G. Tujuan
Penerapan HAKI
HaKI
dilaksanakan guna mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Berikut
ini merupakan tujuan penerapan HAKI:
1. Antisipasi
kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain
2. Meningkatkan
daya kompetisi dan pangsa pasar dalam
komersialisasi kekayaan intelektual
3. Dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha
dan industri di Indonesia.
H. Pengaturan
HAKI di Indonesia
Di tingkat
nasional, pengaturan HAKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap
dan memadai. Lengkap, karena menjangkau ke-tujuh jenis HAKI. Memadai, karena
dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan,
tingkat pengaturan tersebut secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat
minimal yang “dipatok” di Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.
Sejalan dengan
masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa
konvensi internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HAKI
di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan
perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah
merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HAKI, dengan
mengundangkan:
1) Undang-undang
No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak
Cipta
2) Undang-undang
No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang
Paten
3) Undang-undang
No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992
tentang Merek
Selain ketiga
undang-undang tersebut di atas, undang-undang HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI
antara lain:
1) Undang-undang
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2) Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3) Undang-undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4) Undang-undang
No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5) Undang-undang
No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6) Undang-undang
No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7) Undang-undang
No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan
pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang
hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga
undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya
telah diundangkan:
1) Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
2) Undang-undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta
saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR)
I.
Lingkup Perlindungan HAKI
Lingkup
perlindungan HAKI tentu memiliki
batas dalam hal yang dapat dilindunginya, antara lain:
v Hak
Cipta (Copyright)
World Intellectual Property Organization
(WIPO) pada tahun 2001 telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak
Kekayaan Intelektual Sedunia:
v Hak
Milik Industri (Industrial Property)
v Paten
v Paten
Sederhana
v Merek
& Indikasi Geografis
v Desain
Industri
v Rahasia
Dagang
v Desain
Tata Letak Sirkit Terpadu
v Perlindungan
Varietas Tanaman Hak Cipta (copyright)
v Melindungi
sebuah karya
v Hak
khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut Peraturan Perundangundangan yang berlaku.
v Orang
lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat
berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta.
Hak-hak tersebut adalah
sebagai berikut:
a. hak-hak
untuk membuat salinan dari ciptaannya tersebut,
b. hak
untuk membuat produk derivative
c. hak-hak
untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain.
v Hak
cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat.
v Hak
cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu.
J. Ketentuan Pidana mengenai HAKI
Hukum Kekayaan
Intelektual (HAKI) di bidang hak cipta memberikan sanksi jika terjadi
pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana penjara
dan/atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda dalam UU
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
a. Pasal
72 ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
b. Pasal
72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
c. Pasal
72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan
untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
d. Pasal
72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
(satu miliar rupiah).
e. Pasal
72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau
Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta
rupiah).
f. Pasal
72 ayat (6) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau
Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
g. Pasal
72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
h. Pasal
72 ayat (8) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
i.
Pasal 72 ayat (9) :
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,-
(seratus lima puluh juta rupiah).
j.
Pasal 73 ayat (1) :
Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak
terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut
dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.
k. Pasal
73 ayat (2) : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan
bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar