Visi pertamina adalah
menjadi perusahaan berkelas dunia, untuk mewujudkan hal tersebut tentunya ada
banyak aspek yang harus diperhatikan terutama aspek pengelolaan HSE (Health, Safety
and Environment). Pertamina menyadari bahwa bisnis yang dijalankan pertamina
ini memiliki resiko yang sangat besar maka dari itu faktor safety merupakan
faktor terpenting dalam menjalankan bisnis ini. Seperti yang dikatakan oleh
direktur umum pertamina yaitu bapak waluyo “jika kita bisa mengelola safety
dengan baik, maka kita juga akan bisa mengelola bisnis dengan baik, sebaliknya
jika kita tidak bisa mengelola safety dengan baik, jangan harap sustainability
bisnis juga akan terkelola dengan baik”.
Kesadaran dalam
keselamatan bekerja harus dilaksanakan bukan karena takut dengan atasan ataupun
orang lain melainkan rasa tersebut harus muncul dari dalam diri sendiri, karena
setiap orang yang terlibat dalam bisnis pertamina terutama yang bekerja di
lapangan semuanya memiliki resiko yang berbahaya untuk itu amat sangat penting
untung memunculkan kesadaran dalam diri sendiri akan pentingnya memperhatikan
keselamatan dalam bekerja.
Penerapan HSE oleh
pertamina bukan karena tanpa alasan, sudah banyak peristiwa-peristiwa yang
terjadi yang tidak diharapkan oleh perusahaan diantaranya yaitu kebakaran di
kantor pusat pertamina pada 16 Oktober 2006, kabakaran tanker MT pendopo di
balongan pada 29 Januari 2009, kebakaran tangki di depot plumpang pada 19
Januari 2009, kebakaran di filling plant LPG di depot makassar pada 13 Juni
2009 dan terakhir peristiwa peristiwa kecelakaan kerja yang terjadi di kegiatan
hulu. Banyaknya kejadian tersebut bukan karena pertamina tidak memperhatikan
faktor safety tapi memang karena tingginya resiko dalam kegiatan pertamina,
untuk itu pertamina selalu berupaya melakukan perbaikan dari setiap masalah
baru yang berkaitan dengan keselamatan agar dikemudian hari kejadian yang
serupa tidak terulang kembali.
Bisnis migas yang
dijalankan pertamina tentunya sudah harga mati untuk dikaitkan dengan HSE
karena tanpa adanya kepedulian terhdapa HSE tentunya bisnis ini tidak dapat
berjalan. Seperti yang sering dikatakan oleh Dirut Pertamina, Karen Agustiawan
yaitu selalu memberikan prioritas pertama untuk aspek keselamatan, kesehatan
kerja & lindungan lingkungan, selain itu juga harus melakukan identifikasi
potensi bahaya dan mengurangi resikonya serendah mungkin untuk meminimalisir
insiden serta bagaimana menggunakan teknologi terbaik untuk mengurangi dampak
dari kegiatan operasi terhadap manusia, aset & lingkungan.
Menurut Joko Susilo
dari banyak kasus yang terjadi, akar persoalan paling utama adalah belum terbentuknya safety behavior memadai dan belum lengkapnya atau belum
dikatahuinya prosedur. Menurutnya, masalah budaya memang perlu digarisbawahi
agar terbentuk budaya safety. Penerapan HSE memang diperlukan keterlibatan dari
seluruh lini yang ada perusahaan, tentunya atasan harus memberikan komando
kepada jajarannya akan pentingnya HSE yaitu dengan melakukan pelatihan rutin,
pelaksanaan, dan pengendalian secara berkelanjutan sehingga proses ini nantinya
akan melahirkan budaya safety di internal perusahaan.
Menjaga safety dalam
operasi migas, pasti harus melibatkan seluruh pihak yang terlibat, baik pekerja
maupun kontraktor dengan karyawan outsourcing yang dibawanya. Bagaimana menjaga
safety di kelompok kontraktor beserta pekerjanya, maka pertamina menerapkan Contractor
Safety Management System (CSMS). Menurut direktur umum pertamina “CSMS pada
prinsipnya adalah kontraktor yang akan mengerjakan pekerjaan harus melewati
tahapan pra kualifikasi, dengan kualifikasi aspek finansial dan teknis, serta
aspek HSE-nya. Ini menjadi serangkaian langkah strategi kita untuk meningkatkan
budaya safety di kalangan kontraktor”, tegasnya. Kontraktor yang akan bekerja
sama dengan pertamina tentunya harus lolos semua tahapan yang telah ditentukan
pertamina sehingga nantinya kontraktor terpilih adalah benar-benar kontraktor
yang mumpuni serta memiliki penerapan HSE yang baik dalam budaya kerjanya. Kontraktor
juga harus memiliki 2 sertifikasi yaitu dari pemerintah (sertifkasi badan
usaha, SIJK, bidang keahlian, dan sebagainya) itu merupakan sertifikasi teknis
kemudian untuk sertifikasi khusus Pertamina memiliki sertifikasi sendiri.
Tentunya, semua program
tersebut tetap tidak lepas dari dukungan semua pihak untuk bersama-sama
mewujudkan budaya safety yang baik, semua pihak, semua pekerja baik karyawan, kontraktor
maupun karyawan kontraktor harus ikut aktif terlibat dalam implementasi HSE
secara utuh. Karena keselamatan, kesehatan dan keamanan tetaplah menjadi
tanggung jawab per individu.
Sumber
: Warta Pertamina Edisi Februari 2011 “HSE Di Dadaku”, http://www.pertamina.com/media/e728a5af-e0d2-4157-9ea3-dbfb166926b5/wpfebruari2011.pdf