Senin, 27 Juni 2016

HSE DI DADAKU


Visi pertamina adalah menjadi perusahaan berkelas dunia, untuk mewujudkan hal tersebut tentunya ada banyak aspek yang harus diperhatikan terutama aspek pengelolaan HSE (Health, Safety and Environment). Pertamina menyadari bahwa bisnis yang dijalankan pertamina ini memiliki resiko yang sangat besar maka dari itu faktor safety merupakan faktor terpenting dalam menjalankan bisnis ini. Seperti yang dikatakan oleh direktur umum pertamina yaitu bapak waluyo “jika kita bisa mengelola safety dengan baik, maka kita juga akan bisa mengelola bisnis dengan baik, sebaliknya jika kita tidak bisa mengelola safety dengan baik, jangan harap sustainability bisnis juga akan terkelola dengan baik”.

Kesadaran dalam keselamatan bekerja harus dilaksanakan bukan karena takut dengan atasan ataupun orang lain melainkan rasa tersebut harus muncul dari dalam diri sendiri, karena setiap orang yang terlibat dalam bisnis pertamina terutama yang bekerja di lapangan semuanya memiliki resiko yang berbahaya untuk itu amat sangat penting untung memunculkan kesadaran dalam diri sendiri akan pentingnya memperhatikan keselamatan dalam bekerja.

Penerapan HSE oleh pertamina bukan karena tanpa alasan, sudah banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi yang tidak diharapkan oleh perusahaan diantaranya yaitu kebakaran di kantor pusat pertamina pada 16 Oktober 2006, kabakaran tanker MT pendopo di balongan pada 29 Januari 2009, kebakaran tangki di depot plumpang pada 19 Januari 2009, kebakaran di filling plant LPG di depot makassar pada 13 Juni 2009 dan terakhir peristiwa peristiwa kecelakaan kerja yang terjadi di kegiatan hulu. Banyaknya kejadian tersebut bukan karena pertamina tidak memperhatikan faktor safety tapi memang karena tingginya resiko dalam kegiatan pertamina, untuk itu pertamina selalu berupaya melakukan perbaikan dari setiap masalah baru yang berkaitan dengan keselamatan agar dikemudian hari kejadian yang serupa tidak terulang kembali.

Bisnis migas yang dijalankan pertamina tentunya sudah harga mati untuk dikaitkan dengan HSE karena tanpa adanya kepedulian terhdapa HSE tentunya bisnis ini tidak dapat berjalan. Seperti yang sering dikatakan oleh Dirut Pertamina, Karen Agustiawan yaitu selalu memberikan prioritas pertama untuk aspek keselamatan, kesehatan kerja & lindungan lingkungan, selain itu juga harus melakukan identifikasi potensi bahaya dan mengurangi resikonya serendah mungkin untuk meminimalisir insiden serta bagaimana menggunakan teknologi terbaik untuk mengurangi dampak dari kegiatan operasi terhadap manusia, aset & lingkungan.

Menurut Joko Susilo dari banyak kasus yang terjadi, akar persoalan paling utama adalah belum terbentuknya safety behavior memadai dan belum lengkapnya atau belum dikatahuinya prosedur. Menurutnya, masalah budaya memang perlu digarisbawahi agar terbentuk budaya safety. Penerapan HSE memang diperlukan keterlibatan dari seluruh lini yang ada perusahaan, tentunya atasan harus memberikan komando kepada jajarannya akan pentingnya HSE yaitu dengan melakukan pelatihan rutin, pelaksanaan, dan pengendalian secara berkelanjutan sehingga proses ini nantinya akan melahirkan budaya safety di internal perusahaan.

Menjaga safety dalam operasi migas, pasti harus melibatkan seluruh pihak yang terlibat, baik pekerja maupun kontraktor dengan karyawan outsourcing yang dibawanya. Bagaimana menjaga safety di kelompok kontraktor beserta pekerjanya, maka pertamina menerapkan Contractor Safety Management System (CSMS). Menurut direktur umum pertamina “CSMS pada prinsipnya adalah kontraktor yang akan mengerjakan pekerjaan harus melewati tahapan pra kualifikasi, dengan kualifikasi aspek finansial dan teknis, serta aspek HSE-nya. Ini menjadi serangkaian langkah strategi kita untuk meningkatkan budaya safety di kalangan kontraktor”, tegasnya. Kontraktor yang akan bekerja sama dengan pertamina tentunya harus lolos semua tahapan yang telah ditentukan pertamina sehingga nantinya kontraktor terpilih adalah benar-benar kontraktor yang mumpuni serta memiliki penerapan HSE yang baik dalam budaya kerjanya. Kontraktor juga harus memiliki 2 sertifikasi yaitu dari pemerintah (sertifkasi badan usaha, SIJK, bidang keahlian, dan sebagainya) itu merupakan sertifikasi teknis kemudian untuk sertifikasi khusus Pertamina memiliki sertifikasi sendiri.

Tentunya, semua program tersebut tetap tidak lepas dari dukungan semua pihak untuk bersama-sama mewujudkan budaya safety yang baik, semua pihak, semua pekerja baik karyawan, kontraktor maupun karyawan kontraktor harus ikut aktif terlibat dalam implementasi HSE secara utuh. Karena keselamatan, kesehatan dan keamanan tetaplah menjadi tanggung jawab per individu.



Sumber : Warta Pertamina Edisi Februari 2011 “HSE Di Dadaku”, http://www.pertamina.com/media/e728a5af-e0d2-4157-9ea3-dbfb166926b5/wpfebruari2011.pdf